Caleg Perempuan Berpotensi Menang, Meski Tanpa Politik Uang

Pelaksanaan Workshop Kampanye Bersih dan Anti Politik Uang, Selasa (19/02)
Pelaksanaan Workshop Kampanye Bersih dan Anti Politik Uang, Selasa (19/02)

Yogyakarta, IDEA – Menjelang pelaksanaan kontestasi pemilihan umum 2019, IDEA Yogyakarta menyelenggarakan ‘Pelatihan Kampanye Bersih dan Anti Politik Uang untuk Calon Legislatif (caleg) Perempuan’, Selasa (19/02).  Pelatihan bertajuk “Caleg Bersih Pemilu Sehat, Pemilih Cerdas Pemilu Berkualitas” ini berlangsung di Hotel Santika, Yogyakarta.

Pelatihan yang melibatkan 64 perempuan caleg dari seluruh partai politik tingkat kabupaten hingga provinsi di DIY ini diadakan untuk memberikan pemahaman terhadap caleg perempuan tentang pentingnya kampanye bersih dan anti politik uang dalam Pemilu 2019.

Selain itu, pelatihan yang menghadirkan Sutrisnowati, Bawaslu DIY, Bambang Eka Cahya Akademisi UMY, Shinta Maharani, Jurnalis Tempo Biro Jogja, serta Ahmad Hedar dari IDEA Yogyakarta ini sekaligus bertujuan untuk mendapatkan gagasan baru tentang pelaksanaan strategi kampanye bersih tanpa politik uang.

Seperti diketahui, kampanye merupakan hal yang rutin terjadi pada setiap ajang pemilihan umum. Para kandidat melakukan bermacam cara kampanye untuk menggaet suara pemilih. Metode kampanye yang popular antar lain melalui kunjungan tatap muka kepada calon pemilih maupun menggunakan media publikasi. Tak jarang kampanye hitam dilakukan untuk menjatuhkan lawan politik juga dilakukan.

Persaingan antar kandidat dengan cara-cara yang kotor berpotensi mencederai agenda Pemilu 2019.  Galih Pramilu Bhakti, manajer program ini mengatakan, Iming-iming politik uang oleh caleg pada saat proses pemilihan juga menjadi ancaman yang harus diantisipasi, tak hanya oleh penyelenggara pemilu, namun juga oleh para kandidat, dengan tidak menghalalkan cara-cara kotor.

Tingginya praktik politik uang dalam pemilu dapat dilihat dari beberapa survey yang  pernah dilakukan. Dalam Survey CSIS tahun 2018 misalnya, masyarakat Indonesia masih menganggap wajar praktik politik uang. 40,5% pemilih di Jawa Barat mengaku akan menerima uang/barang yang ditawarkan tim sukses atau kandidat yang akan dipilih. Sikap serupa juga terjadi pada 48,7% pemilih di Jawa Tengah, 40,5% pemilih di Sumatera Utara dan 43,9% pemilih di Sumatera Selatan.

Pola perilaku pemilih yang bersedia menerima barang-uang tersebut, menurut Galih berpotensi terulang di Pemilu 2019. Politik uang, lanjut Galih, juga berpotensi menghasilkan anggota dewan yang korup dan tidak peduli terhadap kepentingan jangka panjang konstituen yang diwakilinya.

“Bahkan mereka berpotensi menggunakan jabatan setelah terpilih untuk mengeruk uang dari APBN dan/atau APBD tempat mereka terpilih.,” katanya.

Untuk diketahui, upaya pencegahan praktik politik uang dalam pemilu dengan sanksi pembatalan nama calon anggota legislatif dari DCT dan pembatalan penetapan calon anggota legislatif sebagai calon terpilih sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 285 dan pasal 286. Namun, seringkali peraturan tersebut diabaikan oleh kontestan pemilu. Karenanya, posisi Bawaslu dan KPU menjadi penting, mengingat dua lembaga tersebut berkaitan langsung dengan pengawasan dan kebijakan pelaksanaan Pemilu, termasuk penindakan terhadap pelanggaran yang ada.

Sebagai salah satu upaya pengawasan, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Sutrisnowati mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengusahakan agar praktik politik uang dalam pemilu termasuk dalam jenis kejahatan luar biasa. Hal tersebut dilakukan, kata Wati, agar ada efek jera bagi pelaku dan melindungi identitas pelapor.

“Ada pengalaman di DIY, yang lapor pelanggaran pemilu justru dikucilkan dan dibenci masyarakat, dia kemudian tidak diikutkan dalam kegiatan sosial,” ungkap Sutrisnowati.

Potensi Menang Tanpa Politik Uang

Terkait prospek caleg perempuan yang akan berkompetisi tanpa politik uang, Wati yakin peluangnya juga sama-sama terbuka lebar. Bahkan, peluang itu bisa dikonversi menjadi kemenagan jika para caleg memiliki modal sosial di masyarakat.

“Jika kiprahnya sudah diakui masyarakat, Caleg sebenarnya bisa maju tanpa melakukan politik uang,” ujar Wati.

IDEA sendiri memang melihat banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh caleg, khususnya perempuan, untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Hal tersebut antara lain seperti mendesain kampanye program yang menghibur, edukatif serta pro terhadap persoalan riil di masyarakat.

Selain itu efektifitas kampanye juga pentig diperhitungkan. Caleg mesti memetakan calon sasaran kampanyenya. Hal tersebut agar caleg tidak menghabiskan banyak tenaga dan biaya untuk berkampanye di basis warga yang jelas-jelas mendukungnya. Caleg juga tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk berkampanye di basis warga yang jelas-jelas akan memilih caleg lain.

Artinya, yang perlu disasar secara maksimal ialah basis-basis pemilih ngambang dan rasional, yang berpotensi besar bersimpati terhadap kampanye-kampanye caleg, apalagi jika dijelaskan secara logis dan menyentuh kebutuhan masyarakat.

Untuk menarik atensi publik, caleg tentu membutuhkan tokoh-tokoh berpengaruh untuk turut membantu mensosialisasikan program dan isi kampanyenya. Tokoh-tokoh berpengaruh tersebut misal seperti agamawan, akademisi, hingga tokoh desa.

Sebagai media kampanye, caleg dapat menggunakan ruang-ruang yang disukai masyarakat setempat, seperti pengajian, hiburan lokal, serasehan hingga media massa dan media sosial untuk menggaet suara kalangan pemilih rasional dan millenial.

Kontributor/Editor: AH