IDEA Gelar Koordinasi dengan Jurnalis dan CSO, Bahas Tata Kelola Air Bersih Di Kabupaten Bantul

Pelaksanaan koordinasi antara IDEA dengan para Jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta serta kelompok warga pelanggan air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bantul, Sabtu (11/01
Pelaksanaan koordinasi antara IDEA dengan para Jurnalis dan organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta serta kelompok warga pelanggan air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bantul, Sabtu (11/01

IDEA melaksanakan koordinasi jaringan dengan para Jurnalis dan organisasi masyarakat sipil serta organisasi warga pelanggan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bantul, Sabtu (11/01).

Koordinasi ini dilakukan untuk menggali data dan informasi tentang transparansi dan partisipasi masyarakat dalam tata kelola air bersih di Kabupaten Bantul, serta menyerap masukan untuk penyusunan kertas kebijakan (policy paper) tentang tata kelola air bersih yang akuntabel di Kabupaten Bantul.

Kegiatan koordinasi jejaring tersebut merupakan bagian dari kegiatan program ‘Mewujudkan Tata Kelola Air Bersih yang Transparan, Akuntabel dan Partisipatif di Kabupaten Bantul’ yang dilaksanakan IDEA dengan Pemerintah Kabupaten Bantul.

Meigita, project officer program ini mengatakan bahwa kualitas air bersih di kabupaten Bantul dari tahun ke tahun mengalami penurunan dan masuk dalam kategori buruk. Hampir 70% kualitas air dikategorikan tak memenuhi syarat. Hal ini berdasarkan hasil kajian dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.

“Air di Kabupaten Bantul tercemar bakteri E-Coli dan mengandung mineral seperti zat besi (Fe) dan mangan (Mn),” ujar Meigita.

Hasil diskusi kelompok warga dan jurnalis dalam koordinasi ini juga menyebutkan bahwa Kondisi air di Kabupaten Bantul mengalami penurunan debit, sementara kebutuhan semakin tinggi. Selain itu, kualitas air di Kabupaten Bantul semakin menurun, terbukti dengan tercadinya pencemaran limbah, rumah tangga, industri rumah tangga, dan pabrik, serta tingginya kandungan kaporit pada air PDAM.

Upaya pemenuhan kebutuhan air bersih di Bantul, kata Meigita,  dapat dilihat dari aspek tata kelolanya. Dengan melihat persoalan tersebut maka dibutuhkan sebuah tata kelola yang tepat untuk mengatasi persoalan air bersih.

“Di Bantul, sistem penyediaan air bersih bagi warga dilakukan melalui sistem Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) dan Jaringan Perpipaan (JP). Akses air bersih warga dengan sistem non perpipaan dilakukan melalui SIPAS, Sumur gali atau sumur bor, PAH dan mata air. Sedangkan untuk jaringan perpipaan dikelola oleh Komunitas, SPAMDes dan PDAM,” ujarnya.

Berdasarkan data dalam dokumen Sinergitas Penyediaan Air Bersih Kabupaten Bantul tahun 2019-2023 yang telah disahkan melalui Peraturan Bupati No. 79 tahun 2018, disebutkan bahwa pada tahun 2017, penduduk Bantul yang terlayani cakupan air bersih baru mencapai 86,64%. Dari prosentase tersebut presentase terbesar melalui Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) yakni sebesar 81,55%. Sedangkan pelayanan air bersih Jaringan Perpipaan (JP) hanya sebesar 14,55% dengan jumlah Sambungan Rumah 41.892 terdiri dari Jaringan Perpipaan PDAM dan Non PDAM atau Sistem Pengelolaan Air Bersih Desa. Dari data tersebut dapat disimpulkan, bahwa Pemda Bantul masih memiliki tugas rumah dalam memenuhi 100% cakupan air bersih bagi warga di Bantul.

Pada level Kabupaten, penyedia layanan air bersih dilakukan oleh PDAM sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bantul. Dalam implementasinya, PDAM Bantul mendapatkan penyertaan modal yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bantul setiap tahunnya. Penyertaan modal tersebut diberikan melalui Dinas Perumahan Umum dan Perumahan Rakyat yang berupa pengadaan jaringan perpipaannya.

Sementara terkait Tata kelola, peserta dalam koordinasi ini menyoroti dua penyedia jasa air, yaiu Pamsimas dan PDAM. Tata kelola air oleh Pamsimas dinilai peserta koordinasi lebih partisipatif, transparan, akuntabel, dan efektif. Hal tersebut dikarenakan tata kelola Pamsimas diinisiasi oleh warga dan diperuntukkan untuk warga, sehingga harganya yang lebih murah.

Sedangkan, Tata kelola air oleh PDAM dilakukan dengan mekanisme bisnis, sehingga keluhan yang disampaikan oleh warga, sebagai pengguna jasa PDAM seringkali  tidak ada tindak lanjut konkrit untuk mengatasinya. Harga yang mahal serta tidak adanya transparansi juga menjadi faktor yang dikeluhkan warga Bantul pengguna jasa PDAM.

Forum koordinasi ini juga mendiskusikan terkait rekomendasi yang bisa dimasukkan dalam kertas kebijakan yang akan disusun. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain Pamsimas dan PDAM Kabupaten Bantul, sebagai penyedia jasa air bersih, harus menyediakan air yang berkualitas untuk warga. Selain itu, kedua jasa penyedia air bersih ini harus melakukan konservasi lingkungan, agar lingkungan dan ketersediaan air di wilayah Kabupaten Bantul tetap terjaga.

Kemudian rekomendasi lainnya ialah, pemerintah harus mulai meregulasi kebijakan tata ruang yang memperhatikan keberlanjutan (sustainability), termasuk memberikan penegakan hukum terhadap pihak yang mencemari lingkungan, serta lebih tegas dan rutin dalam melakukan pengawasan (monitoring) terhadap setiap industri, baik industri besar maupun insdustri rumah tangga, serta aktor lain yang menghasilkan limbah.

Rekomendasi lain yang cukup penting ialah terkait mekanisme penyampaian keluhan kepada penyedia jasa air bersih, khususnya PDAM. Sebagai Perusahaan daerah yang juga mendapatkan anggaran daerah, PDAM harus mempermudah akses dan layanan keluhan warga. Lebih penting lagi, PDAM juga harus mulai membuka diri untuk mengikutsertakan warga dalam perencanaan hingga evaluasi tata kelola air.

Kontributor: AH & AS

Editor: AH