IDEA Pertanyakan Akuntabilitas Kebijakan

MESKI program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) telah lama digulirkan pemerintah, kenyataannya masih ada warga miskin di Kabupaten Pacitan yang belum mengetahuinya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi.

“Hasil studi di dua desa yang kami lakukan, sebagian warga miskin belum menikmati Jamkesmas,” kata Yemestri Enita, salah satu staf LSM Institute Development Economic Analysis (IDEA), usai dialog dengan dinas terkait di gedung DPRD pacitan,Kamis(7/5). Dua desa yang menjadi sampel lokasi adalah Desa Sambong (Kecamatan Pacitan) dan Desa Srau (Kecamatan Pringkuku). Warga miskin di kedua wilayah itu mengaku belum mengetahui program Jamkesmas. Sehingga, mereka pun tak mendapatkan pelayanan kesehatan murah dari pemerintah ini.

Demikian pula mengenai pelayanan. Dalam pelaksanaannya, warga miskin pemegang kartu Jamkesmas terkesan dinomorduakan. Berbeda jika pasien yang berobat datang dan langsung membayar. “Karena tidak tahu, warga pun tidak pernah mengurusnya,” jelasnya.

Selain Desa Sambong dan Desa Srau, IDEA juga melakukan studi di dua desa lainnya.Yakni, Desa Plumbungan dan Desa Punjung, Kecamatan Kebonagung. LSM yang bergerak di bidang advokasi anggaran, melakukan studi di Pacitan sekitar delapan. Hasilnya, partisipasi warga dalam pengambilan keputusan masih minim. Sehingga mereka tidak pernah mengetahui implementasi dari peraturan-peraturan yang diberlakukan. Persoalannya, sosialisasi hanya terbatas pada masyarakat tertentu, misalnya tingkat perangkat desa atau kecamatan.

Lebih lanjut anggota LSM yang berkantor di Yogyakarta ini mengatakan, pajak yang dibayarkan masyarakat tentunya akan kembali ke masyarakat melalui mekanisme yang dite

tapkan. Tetapi alur tersebut masih sulit untuk diikuti. Misalnya, pemungutan Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU). Warga diminta membayar, namun tidak kunjung mendapatkan fasilitas pelayanan penerangan jalan. “Banyak warga yang belum bisa menikmatinya.”

Menanggapi berbagai persoalan yang diangkat IDEA tersebut, beberapa dinas terkait memberikan jawaban beragam. Baik mengenai kebutuhan dasar minimal masyarakat, pemanfaatan pajak dan retribusi, sampai aturan main yang didasarkan pada perda. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan ada perubahan kebijakan yang muncul dari usulan masyarakat. Misalnya, pemasangan PJU di tempat-tempat tertentu yang memang sangat diperlukan dan sebagainya.

Sedang terkait pajak, ada klasifikasi. Baik pajak daerah, provinsi maupun pusat. Saat ini, berdasarkan perda, ada enam pajak daerah. Yakni, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak hiburan, reklame, penjualan, hotel dan restoran, pajak PJU dan parkir. Sedang pajak kendaraan bermotor, air bersih bawah tanah, pemanfaat air permukaan menjadi pajak propinsi. Untuk PBB masuk pajak pusat. Hanya, terkait pajak pusat dan provinsi ada pengaturan pembagian basil. (wit/sad)

Sumber: RADAR MADIUN, Jumat, 8 Mei 2009, Hal. 27 kolom SOSIALITA