Kampanye dan Advokasi Anti Politik Uang untuk Pemilu Bersih

Salah satu potret kegiatan Car Free Day dalam program Advocacy Campaign For clean Election yang Dijalankan IDEA
Salah satu potret kegiatan Car Free Day dalam program Advocacy Campaign For Clean Election yang Dijalankan IDEA/ Doc: IDEA

Representasi perempuan di parlemen tidak hanya penting dari aspek keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Penduduk Indonesia lebih dari setengah wanita. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa 92.929.422 perempuan dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2019. Jumlahnya lebih dari 126 ribu dibandingkan pemilih laki-laki. Kehadiran perempuan di parlemen diharapkan dapat memastikan kepentingan perempuan menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Masalah yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, pendidikan yang adil dan layanan kesehatan dekat dengan perempuan.

Indonesia memiliki kebijakan afirmatif tentang keterwakilan perempuan dalam Pemilu Legislatif. UU No. 7 tahun 2017 menetapkan bahwa partai politik di Indonesia harus memenuhi kuota 30% untuk kandidat perempuan dalam Daftar Legislatif Daftar Calon Tetap (DCT). Namun, mencerminkan pada tiga pemilihan sebelumnya, kewajiban ini belum dapat secara signifikan meningkatkan keterpilihan perempuan. Pada tahun 2004, legislator perempuan memiliki 11,24% dari seluruh kursi di DPR RI. Dalam lima tahun ke depan, meningkat menjadi 18,21% dan pada tahun 2014 turun menjadi 17%. Cara yang paling relevan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen adalah dengan menempatkan mereka di nomor urut teratas.

Komisi Pemilihan Umum telah menunjuk 2.829 calon anggota dewan legislatif di tingkat provinsi dan kabupaten / kota. Dari angka-angka ini, ada 1.239 kandidat perempuan. Berdasarkan penelitian IDEA, partai-partai politik di DIY secara administratif telah memenuhi kuota 30% untuk kandidat perempuan. Selain itu, beberapa pihak telah melakukan terobosan dengan memberikan kuota kepada perempuan penyandang cacat. Di DIY, ada tiga kandidat perempuan penyandang cacat. Satu kandidat dari Partai NasDem bersaing untuk dewan legislatif nasional, satu kandidat dari PSI untuk tingkat provinsi, dan satu kandidat dari PDIP untuk dewan Kabupaten Kulon Progo. Sementara itu, jumlah perwakilan perempuan terbanyak dipenuhi oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat dengan 119 kandidat, PAN dengan 116, PKB dengan 114, dan PDIP dengan 112 kandidat.

Motivasi kandidat untuk maju dalam pemilihan legislatif masih didominasi oleh kepentingan memenuhi kuota perempuan. Meningkatkan kandidat perempuan penting untuk memastikan peluang untuk pemilihan dalam pemilihan. Idealnya, partai politik menempatkan perempuan sebagai kandidat teratas di daerah pemilihan. Namun, sekarang lebih penting untuk meningkatkan kualitas kandidat perempuan sehingga pemilih tertarik. Akibatnya, jumlah perempuan di parlemen akan bertambah.

Tindakan afirmasi bagi kandidat perempuan untuk memenangkan pemilihan legislatif juga harus didukung oleh para peminat pendidikan. Penerapan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2014 membuat pertarungan antara kandidat legislatif semakin sulit. Persaingan tidak hanya dengan kandidat partai lain, tetapi juga dengan kandidat dari partai yang sama. Calon dengan sumber dana besar dianggap mampu menang meskipun mereka tidak memiliki visi dan tidak memegang teguh ideologi partai. Sistem proporsional terbuka membuat pemilih sepenuhnya berdaulat atas pilihan mereka. Calon yang paling terpilih akan mendapatkan kursi di parlemen.

Berdasarkan penelitian oleh Burhanudin Muhtadi, setelah Pemilihan Umum 2014, setidaknya 33% pemilih telah ditawari suap. Ini berarti bahwa dari 187 juta total pemilih, hampir 62 juta orang menjadi target suap. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga di dunia yang mempraktikkan perdagangan suara, setelah Uganda dan Benin. Bahkan, praktik jual beli suara dilarang dalam UU No. 7 tahun 2017. Kandidat politik menggunakan strategi perdagangan suara karena memberikan peluang untuk memenangkan pemilu. Logikanya, mereka yang harus berhutang untuk biaya pemilu akan berusaha mencari pengganti dengan berbagai cara yang akhirnya meminggirkan aspirasi masyarakat.

Selain merugikan publik karena potensi korupsi keluar dari anggaran negara / daerah, politik uang juga melukai realisasi pemilihan yang demokratis, jujur ​​dan adil. Pemilihan umum yang demokratis seharusnya merupakan pemilihan yang bebas dari kekerasan, penyuapan, dan berbagai praktik penipuan lainnya untuk mempengaruhi hasil. Keterlibatan masyarakat sipil dalam mengawal proses pemilihan penting untuk meminimalkan potensi penipuan. Selain itu, pendidikan kepada pemilih untuk menolak praktik perdagangan suara dan antikorupsi harus diselenggarakan secara teratur dan masif.

Sebagai bagian dari tugas masyarakat sipil, IDEA berupaya menjalankan program “ADVOCACY CAMPAIGN FOR CLEAN ELECTION”. Dalam pelaksanaannya program ini melibatkan 60 lebih calon legislatif perempuan di Provinsi DIY, warga desa di Sleman serta pengunjung-pengunjung pusat keramaian di Pasar Sunday Morning.

Secara khusus, ada dua upaya yang coba dikerjakan IDEA untuk mewujudkan keterpilihan perempuan dengan cara-cara yang bermartabat dan berintegritas. Dua upaya tersebut antara lain

  1. Pengembangan kapasitas untuk kandidat legislatif perempuan. Tujuan dari advokasi adalah untuk memberikan strategi kemenangan bagi kandidat perempuan, selain mendorong mereka untuk melakukan kampanye bersih, perilaku anti korupsi dan memberikan pemahaman tentang bahaya politik uang untuk kelangsungan demokrasi. Ini juga mengundang kandidat perempuan untuk melakukan pendidikan politik kepada pemilih untuk menolak praktik politik uang
  2. Kampanye publik untuk menyebarluaskan pentingnya proses dan kegiatan kampanye yang bersih dan perilaku anti korupsi, untuk memilih kandidat legislatif berdasarkan rekam jejak dan program yang ditawarkan, dan untuk menolak praktik politik uang.

Dua upaya tersebut dijalankan IDEA dengan serangkaian kegiatan dan pendampingan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan ialah

  1. Workshop Kampanye Bersih Dan Anti Politik Uang

Workshop kampanye bersih dan anti politik uang dilaksanakan IDEA pada, Selasa (09/02/2019)  di Yogyakarta. Ada 62 kandidat perempuan yang menghadiri pelatihan ini. 3 kandidat mencalonkan diri sebagai anggota parlemen nasional (DPR RI), 22 kandidat mencalonkan diri untuk parlemen provinsi (DPRD DIY) dan 35 kandidat mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten / Kota.

Pelatihan ini berfokus pada strategi untuk mendapatkan gagasan baru tentang pelaksanaan strategi kampanye bersih tanpa politik uang. IDEA memberikan banyak masukan tentang banyaknya peluang yang bisa dimanfaatkan oleh caleg, khususnya perempuan, untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat. Hal tersebut antara lain seperti mendesain kampanye program yang menghibur, edukatif serta pro terhadap persoalan riil di masyarakat.

Selain itu efektifitas kampanye juga pentig diperhitungkan. Caleg mesti memetakan calon sasaran kampanyenya. Hal tersebut agar caleg tidak menghabiskan banyak tenaga dan biaya untuk berkampanye di basis warga yang jelas-jelas mendukungnya. Caleg juga tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk berkampanye di basis warga yang jelas-jelas akan memilih caleg lain.

Artinya, yang perlu disasar secara maksimal ialah basis-basis pemilih ngambang dan rasional, yang berpotensi besar bersimpati terhadap kampanye-kampanye caleg, apalagi jika dijelaskan secara logis dan menyentuh kebutuhan masyarakat.

Untuk menarik atensi publik, caleg tentu membutuhkan tokoh-tokoh berpengaruh untuk turut membantu mensosialisasikan program dan isi kampanyenya. Tokoh-tokoh berpengaruh tersebut misal seperti agamawan, akademisi, hingga tokoh desa.

Sebagai media kampanye, caleg dapat menggunakan ruang-ruang yang disukai masyarakat setempat, seperti pengajian, hiburan lokal, serasehan hingga media massa dan media sosial untuk menggaet suara kalangan pemilih rasional dan millenial

Workshop di atas berhasil dipublikasi oleh beberapa media local dan nasional. Beberapa di antaranya ialah Jawa Pos Radar Jogja https://radarjogja.jawapos.com/2019/02/20/pilih-yang-kedepankan-program/ , Koran Bernas https://kober.id/berita/detail/tepis-anggapan-politik-itu-kotor , dan VOA Indonesia https://www.voaindonesia.com/a/pemilu-2019-berharap-kursi- tanpa-politik-uang- / 4794537.html.

  1. Kampanye Kreatif Poster

Selain pendidikan kepada caleg perempuan, IDEA juga melakukan kampanye kreatif untuk menyerbarkan pesan-pesan anti politik uang dalam pemilihan umum. Bentuk kampanye kreatif yang dilakukan IDEA ialah dengan mendesain beragam poster dan dipublikasi lewat media sosial dan disebar lewat ruang-ruang publik di lingkungan desa dan kota.

Poster-poster yang dipublikasikan sebagian besar berupa pendidikan politik terhadap para Calon Legislatif (caleg) dan pemilih untuk tidak menggunakan-menerima politik uang, suap serta kampanye-kampanye kotor dan hoax selama proses pemilu 2019.

Atensi publik atas poster-poster tersebut cukup tinggi. Di media sosial ratusan akun turut membagikan publikasi yang diposting IDEA selama kurun waktu bulan Februari hingga Maret 2019. Sementara itu ribuan poster dan stiker yang dicetak IDEA juga habis tersebar, baik yang dilakukan langsung melalui kelompok-kelompok warga, maupun permintaan dari panitia pengawas pemilu (Panwaslu) di DIY.

  1. Car Free Day

Medium lain yang digunakan IDEA untuk mengkampanyekan pesan-pesan anti politik uang dalam pemilu ialah Car Free Day (CFD). Lokasi yang menjadi tempat CFD ialah pasar Sunday Morning (Sunmor) UGM. Lokasi ini dipilih, selain ramai dengan pedagang dan pembeli, ialah karena letaknya yang stategis. Banyak warga, baik dari Kabupaten Sleman, Bantul, Kota, hingga perantau yang memadati tempat ini.

Kegiatan CFD tersebut diselenggarakan IDEA selama dua kali, yaitu pada, Minggu (17/03/2019) dan Minggu (24/03/2019). Dalam CFD ini, IDEA membagikan kaos, stiker, dan pamflet gratis kepada pengunjung yang mengambil foto di photobooth dan mengunggahnya di salah satu platform media sosial mereka (facebook, twitter, instagram).

  1. Kampanye Tulisan di Media Massa

IDEA juga memanfaatkan media massa sebagai alat kampanye ide-ide dan pesan anti politik uang dan mendorong keterpilihan perempuan dalam pemilu. Tiga artikel dari pegiat IDEA berhasil dimuat oleh Surat kabar Harian Jogja. Artikel tersebut antara lain ialah berjudul “Meretas Asa Keterwakilan Perempuan di Parlemen 2019”. Artikel yang Galih Pramilu Bakti ini menyoroti peluang caleg perempuan DIY untuk melaju ke kursi parlemen. Perempuan memiliki hak yang sama untuk turut menjadi wakil rakyat dalam parlemen. Hal tersebut sebagaimana mandat Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berperan dalam dunia politik dan ruang-ruang publik lainnya. Selain lewat Koran, artikel tersebut dapat diakses melalui situs online harian jogja https://opini.harianjogja.com/read/2019/03/12/543/977345/opini-meretas-asa-keterwakilan-perempuan-diy-di-parlemen-2019.

Artikel berikutnya yang dimuat harian jogja berjudul “Kantong Kemiskinan, Kantong Politik Uang’.  Artikel yang ditulis Ferina ini menyoroti hubungan antara kemiskinan dan budaya politik uang di Indonesia. Ferina juga Menyoroti Fenomena praktik politik uang yang menunjukkan tren meningkat semenjak reformasi.  Artilek ini dapat diakses melalui https://opini.harianjogja.com/read/2019/03/18/543/978749/opini-kantong-kemiskinan-kantong-politik-uang.

Artikel terakhir yang dimuat di media yang sama ialah ditulis oleh Ahmad Hedar. Artikel berjudul “Kampanye Politik, Ujian Integritas Calon Legislatif” ini mengkritisi cara-cara konvensional yang digunakan oleh calon legislatif dalam berkampanye serta banyaknya peluang kampanye yang diabaikan oleh para caleg. Artikel ini sekaligus juga menyuguhkan kiat-kiat komunikasi politik yang efektif melalui kampanye politik. Berikut adalah versi online dari artikel tersebut, https://opini.harianjogja.com/read/2019/03/25/543/980456/opini-kampanye-politik-dan-ujian-integritas-calon-legislatif

  1. Dialog Interaktif Melalui Radio

IDEA  bekerja sama dengan Mitra Wacana mengadakan dialog interaktif “Pemilu Bersih dan Anti Politik Uang” di Smart FM Yogyakarta 102,1 FM pada, Senin (18/03/2019). Dalam dialog interaktif ini, dua pegiat IDEA, menjadi narasumber. Mereka adalah Galih Pramilu Bakti dan Meigita Dyah Utami. Melalui dialog ini, kedua anggota IDEA Yogyakarta memberikan pendapat dan tanggapan mereka tentang kampanye yang diadakan oleh calon presiden dan calon legislatif. Kedua pegiat IDEA tersebut secara umum berpendapat bahwa dalam pemilu di Indonesia, calon yang berkontestasi abai memberikan pendidikan politik tentang kesadaran anti politik uang kepada konstituennnya. Alih-alih, justru para kontestan inilah yang turut terlibat dalam praktik kotor, jual beli suara pemilihnya.

  1. Deklarasi Desa Anti Politik Uang

Dalam deklarasi Desa Anti Politik Uang ini, IDEA  bekerja sama dengan Pemerintah Desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman. Bentuk kegiatan deklarasi Desa APU ini dilakukan dengan  rangkaian kegiatan Do’a Bersama untuk Pemilu Damai. Kegiatan ini melibatkan warga desa Sariharjo dan calon anggota parlemen yang berdomisili di desa Sariharjo. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Komisioner Bawaslu Sleman, tim Desa Uang anti-politik dari Sardonoharjo dan perwakilan desa di Kecamatan Ngaglik.

Dalam pidatonya, Sarbini sebagai kepala desa Sariharjo mengatakan bahwa kegiatan kampanye pemilihan 2019 harus berjalan secara damai dan tidak menggunakan cara-cara kotor seperti membeli dan menjual suara untuk memenangkan pemilihan 2019. Bapak Sarbini juga mengharapkan pemilihan umum 2019 untuk menghasilkan perwakilan orang-orang yang dapat dipercaya dan mampu memperjuangkan kepentingan warga, khususnya di wilayah desa Sariharjo Sleman.

Selain deklarasi desa uang anti-politik di Sariharjo, IDEA Yogyakarta juga mendukung kegiatan desa uang anti-politik di desa Sardonoharjo. Bentuk dukungan IDEA  antara lain, berpartisipasi dalam kegiatan kampanye desa uang anti-politik dan menyediakan properti kampanye dalam bentuk poster kreatif anti-politik untuk desa Sardonoharjo.

Hasil Program Berdasarkan Pemantauan dan Evaluasi

IDEA Yogyakarta melakukan pemantauan dan evaluasi untuk kampanye “Perempuan untuk Pemilu yang Bersih dan Tanpa Uang Tunai” untuk mengukur pencapaian jangka pendek dari kegiatan yang telah dilakukan dari Februari hingga Maret 2019. IDEA telah melakukan Pemantauan dan Evaluasi dengan meminta testimoni kandidat perempuan di DIY, dan memberikan kuesioner online dari Google Doc kepada pendengar RRI Pro 2 Jogja dan pengunjung CFD Pasar Sunmor UGM. Hasil testimonial dan kuesioner diproses untuk melihat bagaimana persepsi Calon Wanita dan warga tentang praktik pembelian suara selama pemilu 2019. Kesimpulan dari testimonial dan kuesioner online antara lain

  1. Caleg yang Tidak Mengunakan Politik Uang Cenderung Mengaku Kalah

Para kandidat perempuan memiliki berbagai strategi untuk mendapatkan simpati dari pemilih. Beberapa dari mereka mendidik konstituennya dan berbagi cara pemerintah bekerja untuk menyediakan layanan publik. Mereka juga melakukan advokasi kepada para siswa penyandang cacat di Sleman untuk mendapatkan hak pilih pada pemilihan 2019, dan kelompok-kelompok perempuan untuk mendapatkan dana Posyandu.

Kandidat perempuan yang diwawancarai oleh IDEA Yogyakarta umumnya mengatakan bahwa para kandidat yang tidak menggunakan strategi pembelian suara dikalahkan oleh kandidat lain yang menggunakan praktek uang. Mereka mengakui bahwa praktik pembelian suara itu tetapi tidak dapat membuktikannya, karena orang-orang yang menerima uang dari kandidat caleg tidak memberi tahu siapa yang memberi mereka uang.

  1. Pemilih Mendukung Caleg dengan Program Menarik

IDEA Yogyakarta menggunakan kuesioner online dari Google untuk mengukur hasil kampanye Women for Clean Election dan No Cash for Vote. IDEA bertanya kepada orang-orang yang terlibat dalam kampanye Car Free Day Pasar Sunmor UGM dan pendengar RRI Pro 2 Jogja yang merespons bibir iklan. Ringkasan kuesioner tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang terlibat atau mengetahui kampanye menolak praktik pembelian suara. Beberapa dari mereka (16,7%) menerima jika ada kandidat yang memberikan uang atau barang, tetapi mereka tidak memilih kandidat dalam pemilihan. Mereka juga mencari kandidat yang memiliki program menarik, tetapi hanya ada 38,9% yang mendukung atau memilih kandidat perempuan. Di sisi lain, mereka mendukung kandidat penyandang cacat (83,3%).

Kontributor: Ahmad Hedar | Galih Pramilu Bakti

Editor: Ahmad Hedar