Komunitas Mitra IDEA di Pacitan

IDEA telah melakukan pendampingan di kota PACITAN kurang lebih setahun lalu dalam rangka belajar bersama tentang anggaran, khususnya dalam kerangka peningkatan pengetahuan masyarakat tentang hak-haknya sebagai pembayar pajak. Beberapa ulasan tentang perjalanan IDEA bisa di akses di blog ini . Secara singkat, proses-proses yang dilakukan oleh masyarakat bersama IDEA dimulai dari pemetaan masalah, pengorganisasian komunitas sampai dengan pertemuan warga dengan stakeholder dan pemerintah daerah setempat dalam kerangka advokasi anggaran. Berikut ini adalah profil komunitas yang bermitra dengan IDEA di Pacitan.

KELOMPOK PEREMPUAN PEDULI DESA (KPPD) DESA PUNJUNG

Komunitas ini terdiri dari perempuan Desa Punjung, terdiri dari kader Posyandu dan juga kader PKK. Dalam keanggotaan KPPD, istri Kades juga masuk didalamnya. Walaupun dia sebagai tokoh disana, tetapi dia bisa menempatkan dirinya pada posisi yang setara; membuka peluang kepada warga lain untuk berpendapat dan mengembangkan kapasitasnya. Anggota KPPD mayoritas ibu-ibu muda di desa tersebut, serta mempunyai cita-cita untuk memajukan desanya; sesuai dengan pilihan nama bagi kelompok. Walaupun banyak kegiatan pertemuan di desa, tetapi semangat untuk belajar mereka tinggi. Tidak jarang, pagi sampai siang ada pertemuan PKK dilanjutkan dengan rembug warga yang difasilitasi IDEA.

Desa Punjung adalah salah satu desa tertinggal di Kecamatan Kebonagung. Semua jalan yang ada di desa tersebut belum ada yang di aspal. Baru sebagian yang di rabat, sebagian besar masih jalan macadam dan jalan tanah. Selain jauh dari akses pendidikan (SMP-SMU), akses ke sarana kesehatan juga jauh. Akan tetapi, tahun 2009 ini Desa Punjujng mendapat alokasi dana untuk membangun Poskesdes serta aspal jalan masuk Desa. Banyak warga yang putus sekolah, banyak pengangguran, serta banyak perkawinan di usia muda; serta banyak perempuan yang menjadi janda. Penduduk disana mayoritas bertani musiman. Pengairan sawah dan tegalan hanya mengandalkan air hujan. Itu dikarenakan Punjung berada di daerah pegunungan serta mata air yang ada tidak melimpah; hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari warga.

Kepala Desa sangat mendukung upaya-upaya pembangungan organisasi perempuan dan segala advokasi yang dilakukan KPPD. Perangkat Desa selalu memfasilitasi setiap acara yang dilakukan KPPD, tidak jarang KPPD juga melibatkan pihak Desa untuk melakukan pertemuan multi stakeholder tingkat Desa, sebelum melakukan upaya-upaya advokasi (persiapan dialog dengan SKPD-DPRD). Balai Desa yang dijadikan tempat untuk forum warga atau pertemuan-pertemuan lain yang melibatkan banyak orang.

Saat ini KPPD masih berkonsentrasi untuk melakukan kerja-kerja advokasi yang difasilitasi IDEA. Kepengurusan yang dibentuk bersifat keloktif, dari masing-masing Dusun ada koordinator, untuk tingkat Desa koordinatornya adalah Mbak Surami. Aturan main kelompok belum ada, akan tetapi prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas keuangan dan kelompok tetap dijaga. Dengan alasan, aturan main akan dibuat seiring dengan waktu disesuaikan dengan kebutuhan kelompok. Selanjutnya, agenda yang akan dilakukan adalah menata organisasi. Demi keberlangsungan dan kemandirian kelompok.

KELOMPOK KADER POSYANDU (KKP) DESA PLUMBUNGAN

Seperti halnya KPPD Punjung, KKP Plumbungan juga komunitas yang terdiri dari perempuan di Desa Plumbungan. Seperti namanya, Kelompok Kader Posyandu ini terdiri dari kader-kader Posyandu di Desa Plumbungan. Selain itu, ada istri Kades dan perangkat desa (Bu Yantini-Sekdes) yang menjadi anggotanya. Kades juga mensupport segala kegiatan yang dilakukan KKP, termasuk memfasilitasi pertemuan yang dilakukan KKP dibalai Desa.

Desa Plumbungan juga termasuk di wilayah Kecamatan Kebonagung. Mayoritas warga merupakan petani dan berladang, sebagian warga ada yang berdagang hasil pertanian (gula jawa, kelapa, ketela, dll). Sebagai desa yang terletak di pegunungan, Plumbungan banyak tanaman kelapa, akan tetapi, infrastruktur yang ada disana minim. Jalan yang masuk ke desa sudah aspal, tetapi jalan Dusun dan kampung masuh jalan macadam baru sebagian yang sudah di rabat. Ada salah satu Dusun –Dusun Nyemono– yang berada di selatan Desa yang berbatasan langsung dengan laut selatan. Jarak yang harus ditempuh ke dusun tersebut lumayan jauh, sekitar 5 km dengan jalan yang masih macadam dan naik turun. Dusun Nyemono belum dialiri listrik, tetapi karena dusun itu berada paling bawah dibandingkan dusun lain, sumber mata air yang melimpah menjadikan pertanian disana lebih baik dibandingkan di Dusun lain.

Kepengurusan KKP bersifat kolektif, ada koordinator di tingkat Dusun, untuk di tingkat Kesa koordinatornya Bu Marsini. Aturan main kelompok belum ada, akan tetapi prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas keuangan dan kelompok tetap dijaga. Dengan alasan, aturan main akan dibuat seiring dengan waktu disesuaikan dengan kebutuhan kelompok. Permasalahan yang ada, kelompok belum begitu percaya diri dan masih tergantung pada IDEA. Hal ini yang menjadi tantangan pengorganisasian selanjutnya dengan mulai merencanakan secara partisipatif penataan organisasi agar keberlangsungan dan kemandirian komunitas tercapai.

PAGUYUBAN WARGA MAJU MAKMUR – DUSUN PAGER GUNUNG, DESA SAMBONG

Pager Gunung adalah salah satu Dusun di Desa Sambong. Terletak di perbukitan, dengan jalan yang belum di aspal, listrik juga belum menjangkau Dusun ini. Karena di pegunungan, sumber air juga minim, ada sumber air yang lumayan melimpah, tetapi jarak dari dusun sekitas 5 km. Selama ini warga memaksimalkan belik/sumber air yang ada di dusun tersebut, tetapi jika musim kemarau harus antri karena debit airnya berkurang sangat drastis. Tidak jarang warga menggunakan air hujan untuk mencuci dan mandi. Komunitas ini diketuai oleh Kepala Dusun, Pak Suliyanto, beranggotakan 30 orang perempuan dan laki-laki. Semangat untuk memajukan dusun sangat tinggi, walaupun kapasitas yang dimiliki warga masih minim, tetapi walau hanya bermodal nekat, warga tetap percaya diri kalau mereka mampu melakukan hal yang selama ini belum pernah mereka lakukan (dialog dengan SKPD-DPRD).

Forum warga biasanya dilakukan di rumah ketua RT 2, disana juga dijadikan tempat untuk program kejar paket B. Mereka memilih siang hari untuk melakukan pertemuan, sehabis bercocok tanam di tegalan. Karena tanah disana tandus, hanya musim hujan saja warga menanam padi, selanjutnya ditanami jagung atau ketela. Sehingga kondisi perekonomian warga sangat minim, tidak sedikit dari warga disana yang akhirnya memilih merantau untuk mencari pekerjaan.

Dari pengalaman yang ada selama ini, permasalahan yang muncul dalam kelompok/pertemuan warga adalah tingkat transparansi dan akuntabilitas keuangan lemah. Sehingga kelompok warga sering bubar gara-gara masalah keuangan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Termasuk, dominasi Kepala Dusun terhadap warganya juga tinggi, sehingga peran aktif dari warga masih minim. Sosok Kasun (Kepala Dusun) –atau biasanya warga memanggil Mbah Wo– masih dianggap sebagai orang yang harus dihormati walaupun dalam beberapa hal tidak disukai warga. Lambat laun, dengan proases yang ada, transparansi, partisipasi dan akuntabilitas masalah keuangan komunitas dapat diperbaiki sedikit demi sedikit. Yang terpenting adalah upaya pengorganisasian ke depan yang dilakukan harus selalu menanamkan prinsip-prinsip tersebut.

Ke depan, penataan organisasi dan penguatan peran warga/anggota kelompok harus menjadi prioritas. Nilai-nilai kesetaraan juga harus ditanamkam, agar dominasi tokoh-tokoh Dusun sedikit demi sedikit dapat dikikis. Selanjutnya, adalah penguatan organisasi agar lebih mandiri untuk keberlangsungan hidup organisasi tersebut.

PAGUYUBAN BUDI UTOMO – DUSUN SRAU, DESA CANDI

Dusun Srau terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jarak dari kota Pacitan ke Srau sekitar 25 km. Skses jalan sudah baik, karena sebagai jalur pariwisata. Dusun Srau mempunyai obyek wisata pantai berpasir putih dan berbatu karang. Tetapi warga hanya bisa memanfaatkan hasil laut dengan memancing dan memasang rendet/alat penangkap udang lobster. Itu dilakukan hanya musiman, perahu tidak bisa mendarat di pantai karena pantai berbatu karang, sehingga warga hanya bisa memakai perahu kecil untuk mencari ikan atau sebatas memasang rendet di pinggir pantai/tebing. Sehingga kondisi perekonomian warga tidak sebaik di tempat lain. Jarak dari pusat desa sekitar 5 km, lahan pertanian (sawah dan tegalan) ditanami padi jika musim penghujan. Selain itu warga beternak kambing dan sapi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Banyak warga yang memilih keluar kota untuk sekedar mencari nafkah. Potensi wisata pantai juga belum dapat dinikmati langsung oleh warga, walaupun dihari libur banyak wisatawan yang datang. Karena warga tidak mempunyai ketrampilan apapun untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang ada disana. Mereka hanya berjualan makanan-minuman (es degan, makanan ringan, dll) di pinggir pantai jika hari libur.

Warga Srau mayoritas hanya lulusan SD, anak-anak disana kebanyakan tidak dapat menikmati pendidikan TK -hanya 1 anak yang sekolah TK-. Jarak dari Dusun ke SD terdekat sekitar 4 km, banyak anak sekolah yang berjalan kaki karena sarana transportasi yang masih minim. Banyak warga yang belum mempunyai jamban keluarga, ada MCK umum yang berada di RT 2, tetapi sumur tersebut airnya asin. Untuk RT 1 ada sumber mata air tawar yang dapat mencukupi kebutuhan hidup warga sehari-hari. Baru saja sumber air tawar yang berada tepat di pinggir pantai mendapat bantuan (dari seorang pengusaha luar kota) untuk diperbaiki dan di buat tandon agar dekat dengan pemukiman warga. Jarak antar RT 1 dan RT 2 sekitar 1 km, itupun harus menaiki bukit dengan jalan yang sudah rusak. Dulu warga sudah berusaha memperbaiki dengan bergotong royong, tetapi sudah rusak kembali termakan oleh waktu.

Paguyuban Budi Utomo adalah komunitas yang unik dibanding dengan 3 komunitas lainnya. Terdiri dari warga perempuan dan laki-laki yang berjumlah 30 orang. Organisasinya bersifat kolektif, ketua I Pak Suger (ketua RT 2), ketua II Pak Meselan (ketua RT 1). Proses masuk ke komunitas banyak kendala salah satunya karena warga tidak percaya dengan kehadiran orang baru. Ada cerita menarik dalam proses awal disana. Berkali-kali kami ditolak walaupun hanya sekedar silaturahmi –untuk mendapatkan informasi awal tentang kondisi dusun Srau– ke rumah ketua RT dan Kepala Dusun. Alasan mereka, kami belum dapat ijin dari Kepala Desa. Beberapa waktu selanjutnya kami -atas ijin Kades- kembali silaturahmi ke rumah Kepala Dusun untuk hanya sekedar mencari informasi terkait Dusun Srau. Setelah berkali-kali kami bertandang ke Srau, akhirnya disepakati, kami diperbolehkan untuk mengikuti pertemuan warga yang difasilitasi Kepala Dusun. Waktu itu pertemuan dijadwalkan setelah magrib, akan tetapi setelah kami datang -dengan kehujanan dalam perjalanan ke Srau- ternyata agenda tersebut dibatalkan sepihak oleh Kepala Dusun. Usut-punya usut ternyata Kepala Dusun dan warga belum benar-benar percaya dengan kami, khawatir jika ada agenda tersembunyi dari kedatangan kami ke dusun tersebut. Setelah berkali-kali kami meyakinkan dalam setiap bersilaturahmi, akhirnya kami bisa melakukan sosialisasi program di Dusun Srau. Selanjutnya warga malah bersemangat untuk mengukiti forum warga yang difasilitasi IDEA. Bagi warga, forum warga dimaknai dengan sekolah, sehingga niat mereka mengikuti forum warga adalah untuk belajar. Dan warga mempunyai semangat yang tinggi untuk belajar, terutama untuk menyelesaikan segala permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan segala kekurangan yang ada, sedikitnya pengetahuan warga karena akses informasi minim dan taraf pendidikan yang rendah, tetapi semangat belajar yang tinggi menjadikan satu keunggulan tersendiri dibanding komunitas lain yang ada. Sampai saat ini, setelah 3 komunitas yang lain melakukan dialog dengan pemerintah, Budi Utomo baru mempersiapkan untuk mengagendakan ‘cerita’ kepada pemerintah terkait permasalahan yang mereka hadapi, pada bulan April setelah Pemilu.

Demi keberlanjutan komunitas, penting kiranya untuk melakukan penataan organisasi dan penguatan kapasitas warga terkait berbagai hal. Termasuk melakukan aksi-aksi konkret di komunitas untuk memaksimalkan sumber daya yang sudah dimiliki warga, untuk mencapai kemenangan-kemenangan kecil yang dapat menjadi semangat baru bagi komunitas. (HDC/Fer)