Monitoring Pengadaan Barang/Jasa dalam Pembangunan Tempat Relokasi PKL di Eks Bioskop Indra

Bangunan Calon Tempat Relokasi PKL /Doc: IDEA

Kasus tindak pidana korupsi di Indonesia semakin tahun kian memprihantinkan. Kerugian Negara akibat korupsi tak tangung-tanggung besarnya. Menurut data Indonesia Corruption Watch, pada tahun 2018 saja, negara dirugikan sebesar 9,29 Triliun akibat kasus korupsi. Dari sekian banyak kasus tindak pidana korupsi, sector yang paling banyak menyumbang angka korupsi ialah pengadaan barang/jasa. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, 80 % kasus tindak pidana korpsi berasal dari pengadaan barang/jasa.

Kasus tindak pidana korupsi dalam PBJ menggerogoti nyaris keseluruhan proses pengadaan, baik dari perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, hingga pelaksanaan pemilihan. Modus-modusnya pun juga beragam, mulai dari suap untuk pengaturan pemenang tender, persekongkolan antar penyedia dan panitia tender, markup-markdown anggaran, diskriminasi syarat dan kriteria kepada penyedia, hingga pengubahan spesifikasi saat pelaksanaan.

Strategi pemerintah untuk menekan tingkat korupsi dalam pengadaan barang/jasa sudah cukup baik, misalnya dengan menetapkan peraturan pengadaan barang/jasa secara elektronik (e procurement). Namun, strategi tersebut bukan tanpa celah, karena modus-modus korupsinya pun juga turut berkembang. Karenanya, monitoring terhadap proyek-proyek pengadaan yang rawan dikorupsi menjadi pilihan strategis untuk dilakukan, tidak hanya oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP) dan lembaga pengawas negara lainnya, namun juga oleh masyarakat sipil.

Sebagai upaya untuk melakukan Monitoring tersebut, IDEA bersama ICW dan koalisi masyarakat sipil di Yogyakarta serta jurnalis media cetak dan online berusaha untuk memantau pengadaan barang/jasa dalam pembangunan proyek paling berisiko di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY dan nomor 5 paling berisiko di Indonesia. 

Program Monitoring ini dilakukan untuk memastikan proses-proses pengadaan di lingkungan pemerintah DIY berjalan efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Lebih jauh program ini juga mendorong pemerintah DIY agar menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik dalam memberikan informasi pengadaan barang/jasa.

Dalam pelaksanaannya di DIY, beberapa organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam koalisi antara lain seperti Indonesia Court Monitoring (ICM) Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yasanti. Sementara  Jurnalis yang berkolaborasi dalam Monitoring ini ialah Jurnalis dari  Kompas, Gatra dan Harian Jogja.

Kolaborasi antara organisasi masyarakat sipil dan jurnalis dilakukan agar kerja-kerja jurnalistik dan analisis data berjalan bersama. Sehingga, output yang dihasilkan juga lebih kredibel dan dapat dipublikasi ke publik luas.

Studi kasus dalam program investigasi dan Monitoring ini ialah pembangunan tempat relokasi PKL di eks Bioskop Indra. Pemilihan studi kasus tersebut diawali adanya temuan dari situs opentender.net. Temuan dalam situs tersebut menyatakan bahwa proyek pembangunan tempat relokasi PKL di Eks Bioskop Indra masuk dalam kategori proyek paling berisiko, baik di Nasional maupun DIY. Di Nasional, proyek ini menduduki peringkat 8 proyek paling berisiko. Sedangkan di DIY, menurut situs tersebut, proyek ini bahkan menduduki peringkat 1 sebagai proyek paling berisiko.

Situs opentender.net merupakan situs yang dikembangkan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) yang salah satu fungsinya ialah menyediakan instrumen bagi institusi pengawas/ yang berkepentingan untuk menemukan potensi pelanggaran dalam proses e-proc. Selain itu, situs opentender.net juga dapat menjadi alat untuk mengidentifikasi dan mengonfirmasi peluang penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa secara elektronik.

Ditetapkannya proyek relokasi PKL di eks Bioskop Indra sebagai proyek paling berisiko dinilai opentender.net berdasarkan beberapa indikator. Antara lain terkait nilai kontrak yang tinggi dan rendahnya partisipasi peserta tender yang terlibat dalam tahap I pembangunan

Pembangunan tempat relokasi PKL di eks Bioskop Indra merupakan proyek yang dibangun di gedung bekas Bioskop Indra dalam rangka menata pedestrian malioboro. Penataan kawasan tersebut dilakukan sebagai bagian dari program Pemanfaatan Ruang Satuan Ruang Strategis Sumbu Filosofi, yang simetris dari arah Tugu Pal Putih hingga panggung krapyak. Sumber pendanaan dari proyek ialah dana keistimewaan (danais) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Danais DIY adalah dana yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang dialokasikan untuk mendanai Kewenangan Istimewa sebagaimana dimandatkan dalam undang-undang no 13 tahun 2012 tentang keistimewaan DIY.

Total besaran danais yang dialokasikan untuk pengerjaan proyek eks bioskop Indra ini ialah Rp 62.200.000.000. Masing-masing untuk pembangunan tahap 1 pada tahun 2018 sebanyak Rp. 44.100.000.000, pembangunan tahap 2 tahun 2018 sebanyak 15.100.000.000, dan pembangunan tahap 3 tahun 2019 sebanyak Rp. 3.000.000.000.

Metode Monitoring

Dalam proses penelurusan data dan informasi, koalisi masyarakat sipil dan Jurnalis melakukannya antara lain dengan studi literatur, audiensi, wawancara dan tracking dokumen.

Studi literatur dilakukan dengan mengkaji data-data dan informasi yang sudah tersedia, antara lain seperti data di LPSE, informasi pemberitaan media massa, hingga regulasi dan undang-undang yang terkait dengan pengadaan barang/jasa. 

Sedangkan Audiensi dilakukan melalui forum pertemuan dengan para pihak seperti Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DIY selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)  Unit Layanan Pengadaan (ULP) DIY beserta Kelompok  (Pokja) selaku panitia/pelaksana tender.

Koalisi Masyarakat Sipil dan Jurnalis juga melakukan wawancara dengan beberapa pihak seperti Kelompok PKL terdampak, ahli waris lahan eks Bioskop serta ahli bangunanan dan konstruksi. Sementara tracking dokumen dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti pelengkap seperti dokumen rencana kerja Organisasi Perangkat Daerah dan Dokumen Pelaksanaan Aanggaran PPK, Dokumen Penawaran, Dokumen Evaluasi , Dokumen kontrak proyek, serta putusan-putusan PTUN dan Mahkamah Agung yang terkait pengadaan lahan. 

Temuan Monitoring

Selama melalui proses Monitoring, ada beberapa temuan yang berhasil didapatkan oleh koalisi masyarakat sipil dan jurnalis. Beberapa di antaranya adalah

  1. Ada dugaan pelanggaran ketentuan pegadaan dalam lelang tahap I pembangunan tempat relokasi di eks bioskop Indra, yang memilih tender cepat pada spesifikasi bangunan yang tidak sederhana. Ketentuan yang diduga dilanggar dalam kasus ini ialah Perpres 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  2. Ada dugaan persekongkolan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat pada tender tahap II dan III yang memenangkan dua perusahaan berbeda dengan pemilik yang sama yang melanggar ketentuan UU No 20 tahun 2008.
  3. Ada dugaan pelanggaran hukum oleh Pemda DIY yang membangun proyek relokasi PKL di atas tanah sengketa, sehingga menimbulkan kerugian negara karena kesalahan pemberian talih asih dengan biaya sebesar Rp 18.000.000.000.
  4. Masyarakat tidak bisa mengakses dokumen kontrak dan dokumen pengadaan dalam pembangunan tempat relokasi PKL di eks Bioskop Indra, meskipun dalam UU KIP dokumen tersebut termasuk dalam informasi publik dan dikuatkan dengan peratuan Gubernur No 52 tahun 2018 tentang pedoman pengelolaan informasi publik yang menyatakan bahwa informasi pengumuman lelang termasuk dalam informasi publik yang dipublikasikan secara berkala

Sementara itu,  kolaborasi dengan jurnalis juga menghasilkan beberapa temuan penting seperti yang dimuat masing-masing media seperti Kompas, Gatra dan Harian Jogja. Berikut link publikasinya

Kontributor: Ahmad Hedar