Penyandang Disabilitas Berhak Terlibat Perencanaan dan Pembangunan Desa

Proses Reveiw Replikasi Perencanaan Penganggaran Desa bagi Kelompok Penyandang Disabilitas, Plembutan, Playen, Gunungkidul, Selasa (06/03).
Proses Reveiw Replikasi Perencanaan Penganggaran Desa bagi Kelompok Penyandang Disabilitas, Plembutan, Playen, Gunungkidul, Selasa (06/03).

Gunungkidul, IDEA – Warga desa memiliki peran penting dalam proses perencanaan dan pembangunan desa. Apalagi saat ini sudah didukung oleh adanya undang-undang no 6 tahun 2014 tentang Desa, atau populer disebut undang-undang desa. Keterlibatan warga desa tentunya harus partisipatif dan demokratis. Karena itu, kelompok rentan yang selama ini cenderung dipingirkan perannya, harus mulai dilibatkan.

IDEA melalui program Advocating for Change berupaya mendorong proses keterlibatan kelompok rentan tersebut. Setelah beberapa kali mendampingi dalam proses perencanaan dan pembagunan, baik ditingkat desa hingga kabupaten, membuat workhshop transparansi anggaran desa, kini IDEA juga melakukan review materi replikasi perencanaan penganggaran desa terhadap Organisasi Penyandang Disabilitas (OSPD) Mekar Abadi, Selasa, (06/03).

OSPD merupakan perkumpulan para penyandang disabilitas di kabupaten Gunungkidul. Anggota OSPD sendiri yang hadir dalam reveiw ini sebanyak lima belas orang, terdiri dari empat penyandang tuna netra, dua low vision, serta empat tuna daksa.

Bertempat di salah satu rumah warga di desa Plembutan, kecamatan Paliyan, review ini bertujuan untuk Menguatkan (kembali) pemahaman partisipan tentang materi Peningkatan Kapasitas Organisasi”, “Perencanaan Penganggaran Daerah (dan Desa) Berperspektif Kelompok Rentan”, “Monitoring Partisipatif”, dan “Tata Kelola Pemerintahan Daerah dan Desa/Kelurahan yang Demokratis” serta Membekali anggota kelompok rentan kemampuan/ketrampilan menganalisis dokumen APBD yang sederhana.

Baca juga: Mewujudkan APBDesa yang Aksesibel

Ignatius Klerek Mau, mengatakan bahwa organisasi kelompok rentan, termasuk OSPD penting memahami proses perencanaan dan pembangunan desa. Karenanya, menurut Ignas, kelompok rentan perlu dibekali dengan pemahaman terkait proses tersebut.

“OSPD perlu mengetahui proses dalam musrenbang, bagaimana caranya terlibat dalam proses perencanaan pembangunan. Hari ini kita berkumpul untuk membahas tentang UU Desa dan bagaimana proses perencanaan penganggarannya,” Katanya saat membuka forum review.

Ignas berharap, kedepan kelompok rentan secara mandiri dapat terlibat lebih jauh dalam proses perencanaan di desa, agar kebutuhan-kebutuhan mendasar dari kelompok rentan bisa diakomodir dalam kebijakan pemerintah.

”Harapan kita, kedepan dapat melakukan lobi terhadap pemerintah desa dan memperoleh pengetahuan tentang proses perencanaan penganggaran,” ujar Ignas.

Perwakilan OSPD, Ngatini, yang juga menjadi peserta dalam review ini mengungkapkan bahwa internal organisasinya tetap solid. Meski, diakui dirinya, pengetahuan anggotanya terkait peraturan desa cukup terbatas, sehingga keteribatan dalam mengawal pemerintahan desa masih minim.

“Meski sedikit InsyaAllah kami solid, namun dalam pengetahuan kami sangat terbatas. Kondisi keterlibatan kami dalam proses perencanaan belum semua dapat terlibat hanya beberapa saja,” Ungkap Ngatini.

Sama halnya dengan Ignas, Ngatini juga berharap agar dengan review ini bisa memberikan hasil terbaik dan mampu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam organisasinya.

“Semoga pertemuan ini dapat bermanfaat bagi kami, sehingga kami dapat berpartisipasi aktif dalam proses perencanaan pembangunan,” harapnya.

Perencanaan dan Pembangunan Desa

Sementara itu, Sunarja, direktur IDEA, yang sekaligus menjadi pemandu dalam review ini menyampaikan banyak hal, terkait tata kelola pemerintahan desa sesuai mandat undang-undang desa no 6 tahun 2014, baik terkait wewenang desa, pendapatan desa serta pentingnya keterlibatan kelompok rentan dalam perencanaan dan pembangunan di desa.

Menurut Sunarja, sebelum adanya UU desa, kewenangan desa dalam melakukan perencanaan dan pembangunan desa sangat terbatas. Desa, kata Sunarja, hanya melaksanakan program yang diminta oleh pemerintah kabupaten.

“Kalau dulu desa adalah bagian dari pemerintah kabupaten sehingga anggarannya hanya sisa (residu) dari kabupaten yang diberikan ke desa. Desa tidak memilikii kewenangan yang cukup besar sehingga yang dilakukan hanya menjalankan perintah atau program-program yang ada di atasnya,” katanya

Namun, lanjut Sunarja, setelah UU desa disahkan, pemerintah desa secara otomatis memiliki otonomi dalam mengelola, khususnya terkait perencanaan dan pembangunan di desanya.

“Setelah ada UU Desa, Desa diakui menjadi pemerintahan sendiri yang berada di wilayah Kabupaten, sehingga mempunyai otoritas sendiri termasuk mengelola uang sendiri sesuai dengan kebutuhan di Desa, selama tidak melanggar aturan diatasnya,” ungkapnya.

Karenanya, kata Sunarja, paradigma para warga desa, khususnya pemeritah desa juga harus mulai diubah. Menurutnya, ini penting untuk mewujudkan pembangunan di desa yang benar-benar terencana, berkelanjutan serta partisipatif.

“Perlu dirubah pola pikir dari pemerintah dan masyarakat, kalau dulu desa hanya menjadi objek pembangunan, sekarang desa sudah punya kewenangan menyusun anggaran sendiri. Kalau dulu ada multi perencanaan, sekarang mesti satu perencanaan sesuai rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDES). Pembangunan yang sekedar untuk memenuhi syarat adiministratif harus diubah menjadi pembangunan yang berkelanjutan, serta paradigma pemerintah yang berkuasa juga harus diubah menjadi rakyat yang punya kuasa agar partisipatif,” papar sunarja.

Untuk mengelola atau menyusun program perencanaan dan pembangunan, menurut Sunarja, sudah ada mekanisme musyawarah yang wajib dijalankan desa, yakni Musyawarah perencanaan dan pembangunan desa (Musrenbangdes). Dalam Musrenbangdes, masyarakat bisa berpartisipasi langsung untuk mengusulkan usulan-usulan terkait rencana pembangunan di desa. Selain, musrenbangdes, forum yang membahas program-program strategis desa juga adalah musyawarah desa (Musdes), hanya saja, forum ini khusus dilaksanakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setahun sekali.

Alur pelaksanaan Musrenbangdes sendiri, ujar sunarja, dimulai dari tingkat pedukuhan. Bahkan, menurutnya ada juga yang dari tingkat RT. Proses tersebut biasa disebut dengan persiapan musrenbangdes. Setelah selesai ditingkat RT/padukuhan, secara resmi kemudian dibahas dalam Musrenbangdes yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.

”Jadi RT dan dukuh atau tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi mempersiapkan usulan dalam persiapan tersebut untuk dibawa ke musrenbangdes. Bapak dan Ibu (kelompok rentan/penyandang disabilitas) memiliki hak dalam proses musrenbang,” ujarnya.

Baca juga: DPRD Kota Jogja Siap Tampung Usulan yang Tak Diakomodir dalam Musrenbang

Hambatan Penyandang Disabilitas

Sementara menurut Sumiati, anggota OSPD penyandang daksa, perdes yang mengatur soal keterlibatan kelompok rentan pernah diusulkan lewat BPD di desanya. Meski hingga sekarang, tak kunjung disahkan.

“Perdes keterlibatan kelompok rentan dalam pembangunan itu inisiaitif dari BPD. Sejauh ini tetap berjalan, meski BPDnya sendiri belum paham. BPD juga senang kelompok rentan mengusulkan adanya aturan seperti itu. Kemarin sudah diterima dan dibawa kepada pemerintah tetapi sampai sekarang belum disahkan. Katanya Di tingkat kecamatan sedang ada perbaikan,” ungkapnya.

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Dorong Percepatan Kota Inklusif

Terkait keterlibatan kelompoknya di forum perencanaan desa, Ngatini mengakui beberapa kali sudah dilibatkan. Namun dirinya mengakui, OSDG masih mengalami beberapa kebingunan, khususnya saat anggotanya dibagi jadi beberapa bidang.

“Waktu musren, anggota OSDG biasanya sudah mulai diikutsertakan. Tetapi jika teman-teman mulai dibagi ke tiap bidang tersebut, kadang mengalami kebingungan mengusulkan prioritas usulannya,” ungkap salah satu penyandang disabilitas low vision itu.

Di akhir reveiw, secara berkelompok peserta dilatih membuat simulasi pemetaan potensi, masalah, serta penyebab disabilitas di desa, merumuskan kebutuhan, serta hasil yang diharapkan bersama oleh kelompok/penyandang disabilitas. Usai diskusi kelompok, secara bergantian menyampaikan hasil pemetaan, rumusan serta harapan yang sudah dibuat.

Salah satu hasil diskusi kelompok terkait harapan para penyandang disabilitas

Kontributor/Editor: [AH]