Saudah, Bersama FORASKER Ubah Citra Buruk Layanan Kesehatan di Kabupaten Jember

Saudatul Chumroni, Warga Jember, Anggota FORASKER
Saudatul Chumroni, Warga Jember, Anggota FORASKER

Namanya Saudatul Chumroni, biasa dipanggil Saudah. Perempuan kelahiran Jember ini merupakan satu dari sedikit warga yang aktif melakukan advokasi terhadap perbaikan layanan kesehatan. Berawal dari Kader posyandu sejak tahun 2000, Saudah aktif melakukan pendampingan untuk pelayanan kesehatan khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu. Perempuan yang tinggal di dusun Krajan Timur, desa Rowo Tengah, Kecamatan Sumberbaru ini seringkali mendampingi masyarakat kurang mampu yang begitu takut dengan petugas kesehatan yang identik dengan sikap acuh tak acuh, arogan dan menyepelakan pasien, terutama yang menggunakan SKTM (surat keterangan tidak mampu) maupun kartu JKN PBI.

Saudah juga masih ingat betul, dirinya pernah melakukan pendataan jamkesmas, yang saat itu masih direspon negatif oleh masyarakat karena dianggap tidak penting. Ia menuturkan, masyarakat lebih antusias terhadap pembagian kartu BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang di masanya cukup digandrungi. Menurut Saudah, saat itu penggguna kartu Jamkesmas atau yang sekarang dikenal sebagai kartu JKN PBI sangat dipandang sebelah mata oleh pemberi layanan kesehatan, khususnya di instansi kesehatan milik pemerintah. Dan pengguna kartu JKN PBI/jamkesmas hanya bisa pasrah dan “nrimo” dengan perlakuan pemberi layanan kesehatan yang tidak simpatik bahkan cenderung tidak manusiawi.

Kondisi tersebut terjadi, kata Saudah, karena minimnya informasi mengenai penggunaan kartu JKN PBI dan informasi tentang alur pelayanan di FKTP maupun FKTL. Hal tersebut menyebabkan masyarakat yang mendapatkan pelayanan buruk tidak bisa mengajukan komplain ke instansi terkait. Keluh kesah masyarakat hanya bisa disampaikan dari mulut ke mulut, tanpa ada mekanisme penyelesaian yang tepat. Hal ini yang mendorong Saudah, selaku kader Posyandu, untuk aktif melakukan pendampingan bagi masyarakat kurang mampu di Kabupaten Jember agar dapat berobat di FKTP dan FKTL.

“Masyarakat di sini sebenarnya tidak terlalu percaya dengan pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas maupun RSUD,  mereka enggan untuk berobat, karena dianggap tidak simpatik dan prosesdurnya rumit”, tutur Saudah.

Bahkan menurut Saudah, dulu masyarakat yang ia dampingi, lebih memilih berobat ke dukun, meski dari sisi biaya, terbilang lebih tinggi. “Masyarakat lebih percaya untuk berobat ke mantri atau dokter spesialis yang biayanya lebih tinggi tapi dianggap pelayanannya lebih bagus,” ujarnya.

Saudah bercerita, awal mula ia bergabung dengan jaringan pemantau warga ialah pada tahun 2016. Saat itu dirinya menerima ajakan dari salah satu temannya yang aktif di gerakan sosial untuk bergabung dalam jaringan pemantau warga terhadap layanan kesehatan yang didukung oleh program USAID-CEGAH.

Ia mengaku cukup antusias mengikuti program ini. Bersama jaringan pemantau warga lainnya Saudah mengakui bahwa adanya program ini cukup berdampak terhadap respon pelayanan kesehatan yang bisa diterima dengan cepat. Menurutnya, selama ini, relawan pendamping sosial terkesan berjalan sendiri-sendiri dan kurang sinergis dalam menangani pengaduan terhadap layanan kesehatan.

Program ini, menurut Saudah, membuat dirinya semakin memahami apa saja hak-hak dan kewajiban masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan, serta bagaimana melakukan penanganan bagi masyarakat miskin yang belum dicover oleh JKN.

Apalagi, pada tahun 2018 jaringan warga ini semakin diperkuat dengan dilembagakannya Forum Akuntabilitas Layanan Kesehatan (FORASKER) di Kabupaten Jember. Melalui forum ini Saudah cukup aktif dalam membangun jaringan dengan pihak pemerintahan desa, Puskesmas dan kader sosial di desa.

“Saya senang sekali karena dengan adanya FORASKER, teman-teman gigih berjuang dan bersuara, merangkul dari segala sektor, walaupun awalnya dipandang sebelah mata sekarang saya bisa merasakan hasilnya,” ujar Saudah.

Melihat perubahan layananan kesehatan di Kabupaten Jember saat ini, Saudah merasa prosesnya tidak sia-sia berjuang bersama FORASKER. Menurutnya, hampir semua petugas pelayanan kesehatan bisa berlaku baik, lebih ramah terhadap orang miskin/pengguna JKN PBI.

“Yang jelas dengan adanya FORASKER, sekarang pelayanan kesehatan lebih baik dan masyarakat sudah tidak takut lagi menggunakan kartu JKN PBI,” kata Saudah.

Tak hanya melakukan pendampingan, Saudah juga aktif melakukan Survey Kepuasan Masyarakat di tahun 2017 dan 2019. Menurutnya dengan SKM ini masyarakat bisa menyampaikan pendapat terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya, selain itu dari sisi pemberi layanan kesehatan (puskesmas) juga bisa menyampaikan alasan mengenai tindakan yang dianggap kurang baik oleh pasien.

Oleh: TSW & Kiki

Editor: AH