Sea Level Rise dan Isu Tenggelamnya Jakarta

Pesisir utara Jakarta yang sudah berada di bawa permukaan air laut. Sumber foto: Kompas

Kenaikan permukaan air laut atau Sea Level Rise (SLR) merupakan salah satu dampak yang dihasilkan oleh perubahan iklim. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kenaikan air laut akibat perubahan iklim berkisar antara 0,8-1meter sampai tahun 2100. Artinya selama 80 tahun kedepan, kenaikan permukaan air laut diperkirakan mencapai sekitar 1 cm per tahun. Kenaikan permukaan air laut ini paling mengancam wilayah pesisir, di Indonesia sendiri sudah banyak daerah pesisir yang terancam, terlebih di kawasan pesisir Pantai Utara (pantura).  Laporan Greenpeace Asia Timur juga melaporkan mengenai 7 kota pesisir di Asia yang terancam tenggelam pada 2030, Jakarta menempati posisi kedua dalam laporan tersebut. Menurut laporan Greenpeace, Jakarta menghadapi ancaman ganda dari kenaikan permukaan air laut dan juga tenggelam, hampir 17% dari total luas daratan Jakarta berada dibawah tingkat dimana air laut dapat naik jika banjir 10 tahunan terjadi tahun 2030 yang membawa potensi risiko terhadap PDB sebesar 68 miliar USD (GreenpeaceIndonesia, 2021). 

Prediksi mengenai tenggelamnya Jakarta disampaikan juga oleh organisasi nonprofit Climate Central. Berdasarkan laman website Climate Central bisa kita lihat bahwa Jakarta diprediksi akan tenggelam pada 2030, yang ditandai dengan warna merah pada peta proyeksi terkait. Daerah yang masuk dalam prediksi tersebut meliputi Jakarta Utara, Jakarta Barat, hingga Jakarta Pusat (ClimateCentral, 2021). Contoh nyata kenaikan air laut di wilayah Jakarta saat ini adalah Musala Waladuna yang tidak bisa digunakan lagi akibat terendam air laut sejak tahun 2009 lalu.

Isu Jakarta akan tenggelam cukup sering dijadikan pembahasan dalam beberapa tahun terakhir. Banyak yang berpendapat kondisi ini diakibatkan padatnya populasi masyarakat di DKI Jakarta. Berdasarkan data, diatas luas wilayah 661,23 KM persegi terdapat populasi sejumlah 11.249.585 jiwa per Juni 2022 (Kusnandar, 2022). Dengan kepadatan populasi tersebut, tentu mendorong penyediaan bangunan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya eksploitasi air tanah untuk masyarakat yang tinggal di Jakarta, sehingga analogi yang muncul adalah isu tenggelamnya Jakarta diakibatkan padatnya populasi serta beban bangunan yang ada di sana. Sehingga akan memicu tenggelamnya Jakarta karena penurunan tanah. 

Pernyataan serupa juga dinyatakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rizal Patria, menurutnya upaya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan langkah untuk mengurangi penurunan muka air tanah “Karena kan terjadi pergeseran jumlah warga yang ada di Jakarta ke IKN. Itu terjadi pengurangan. Memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, diantaranya adalah mengurangi beban DKI Jakarta termasuk beban adanya penurunan muka air tanah”. Ia juga beranggapan bahwa pemindahan IKN yang nantinya akan diikuti dengan perpindahan 1 juta Aparat Sipil Negara (ASN) akan membantu mengurangi penggunaan air tanah yang akan menekan laju penurunan muka tanah. Pernyataan ini memang tidak salah, akan tetapi tidak seluruhnya benar. Menurut Peneliti Madya Pusriskel Tubagus Solihuddin, tenggelamnya Jakarta ini diakibatkan oleh perubahan iklim dan penurunan tanah. Menurut BMKG, perubahan iklim menyebabkan El Nino (musim kering panjang) dan La Nina (musim hujan panjang) intensitasnya semakin meningkat, kondisi ini akan memicu kekeringan panjang yang memicu penggunaan air tanah yang berlebihan maupun kelebihan air panjang yang berdampak pada tergenangnya kawasan pesisir akibat debit air dari hilir, air yang memenuhi hulu serta air rob. Adapun kenaikan permukaan laut juga menjadi pemicu isu ini. Sejalan itu, penurunan tanah yang masif di Jakarta juga memicu tenggelamnya Jakarta (CNNIndonesia, 2021).

Isu Jakarta akan tenggelam direspon oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kebijakan untuk pencegahan isu ini, kebijakan yang bertujuan mencegah tenggelamnya Jakarta ini sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2017-2022. Terdapat dua kebijakan, Pertama adalah dengan membangun tanggul pantai di pesisir Jakarta, diantaranya di Kamal Muara, Muara Baru, Cilincing, dan lain-lain yang mana berkolaborasi dengan Kementrian PUPR. Kedua, adalah pengendalian ekstraksi air tanah sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 93 tahun 2021 tentang zona bebas air tanah (Silvia, 2022).

Dampak perubahan iklim berupa peningkatan permukaan air laut menjadi ancaman nyata yang memicu tenggelamnya Jakarta. Tidak bisa dipungkiri lagi,  perubahan iklim merupakan fenomena yang nyata dan perlu ditangani bersama. Adapun dengan kebijakan membangun tanggul pantai di pesisir Jakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta ini merupakan salah satu respon yang baik untuk menanggulangi peningkatan permukaan laut. Kemudian pemikiran bahwa dengan memindahkan populasi akan mengatasi tenggelamnya Jakarta agaknya kurang sesuai, karena nyatanya tenggelamnya Jakarta tidak hanya diakibatkan penurunan tanah, melainkan dipengaruhi juga oleh perubahan iklim, terlebih dampaknya berupa peningkatan permukaan laut. 

Kemudian dengan adanya kemungkinan naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim, berpotensi menenggelamkan wilayah pesisir. Kemungkinan tenggelamnya wilayah pesisir ini pun memiliki imbas dalam beberapa sektor. Pertama, tenggelamnya wilayah pesisir tentu mengurangi wilayah daratan yang ada. Kedua, wilayah yang diperkirakan tenggelam akan berada dibawah permukaan air laut, sehingga kawasan tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi sektor industri maupun sektor pariwisata. Ketiga, tidak optimal atau lumpuhnya kawasan industri dan pelabuhan yang menjadi sektor perekonomian penting dalam suatu wilayah atau secara nasional. Keempat, terganggu atau terhambatnya aktivitas sosial maupun perekonomian masyarakat di kawasan pesisir. Kelima, adanya kemungkinan berkurangnya aliran dana investasi ke kawasan tersebut, dikarenakan risiko kenaikan permukaan air laut. 

Dengan kelima gambaran ancaman akibat kenaikan permukaan air laut diatas, dapat diproyeksikan alur pengaruh seperti berikut: Terganggu atau berkurangnya sektor pembangunan dan sektor industri di wilayah pesisir akan berakibat pada rendahnya penyerapan tenaga kerja. Rendahnya penyerapan tenaga kerja berarti meningkatnya angka pengangguran, berdasarkan kondisi tersebut, perekonomian masyarakat pun ikut menurun yang nantinya akan berimbas pada menurunnya taraf hidup masyarakat.

Prediksi tenggelamnya Jakarta pada 2030 yang dilaporkan oleh Greenpeace Asia Timur dan Climate Central merupakan prediksi yang serius bagi Indonesia. Jakarta hingga saat ini masih menjadi wilayah dengan pembangunan, perekonomian yang menjanjikan dibanding daerah lainnya di Indonesia. Adapun pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan tidak serta merta menjadikan daerah pesisir Jakarta kehilangan berbagai sektor perekonomian yang ada disana. Sehingga diperlukan respon pemerintah maupun masyarakat yang tepat sasaran agar isu kenaikan level air laut yang berpotensi menenggelamkan Jakarta ini tidak benar-benar terjadi. Terlebih jika permukaan air laut terus meningkat dan menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta, akan ada efek domino dari kehilangan wilayah daratan yang dampak akhirnya diperkirakan mempengaruhi perekonomian dan meningkatkan angka pengangguran.

Kedua kebijakan yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa pembangunan tanggul pantai di pesisir Jakarta dan pengendalian ekstraksi air tanah merupakan kebijakan yang baik. Dengan catatan proses pembangunan tanggul pantai dilakukan dengan cepat dan tepat karena jika pembangunan lamban, maka semakin banyak wilayah daratan yang tergenang air laut, kemudian jika tidak dilakukan dengan tepat, maka tanggul ini bisa jadi tidak bekerja sesuai dengan harapan. Pemerintah juga harus tegas dan terus mengedukasi masyarakat untuk menggunakan air dengan tepat agar tidak semakin mengeksploitasi air tanah. Jika kebijakan yang ada dilakukan dengan maksimal, maka kita bisa memperlambat prediksi bahkan bisa lepas dari prediksi ini. Demikian dapat dipahami, perubahan iklim bukanlah omong kosong belaka, melainkan fenomena nyata dan memerlukan keseriusan dan kerjasama dari semua pihak dalam penanganannya. [Apprentice: Sabrina]

Referensi

ClimateCentral. (2021). Land Below 1.0 Meters of Water. Retrieved from Climate Central: https://coastal.climatecentral.org/map/12/106.8876/-6.2164/?theme=water_level&map_type=water_level_above_mhhw&basemap=roadmap&contiguous=true&elevation_model=best_available&refresh=true&water_level=1.0&water_unit=m

CNNIndonesia. (2021, September 2). Dua Solusi Peneliti untuk Cegah Jakarta Tenggelam 2050. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210902195435-185-689062/dua-solusi-peneliti-untuk-cegah-jakarta-tenggelam-2050

GreenpeaceIndonesia. (2021, June 24). Kenaikan Permukaan Laut Menimbulkan Ancaman Ekonomi yang Besar bagi Kota-kota Pesisir Asia. Retrieved from Greenpeace Indonesia: https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/45058/kenaikan-permukaan-laut-menimbulkan-ancaman-ekonomi-yang-besar-bagi-kota-kota-pesisir-asia/

Kusnandar, V. B. (2022, October 09). databoks. Retrieved from Jakarta Pusat Jadi Wilayah Terpadat di Ibu Kota per Juni 2022: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/09/jakarta-pusat-jadi-wilayah-terpadat-di-ibu-kota-per-juni-2022

Silvia. (2022, August 8). Ini Langkah Pemprov DKI untuk Cegah Jakarta Tenggelam di 2050. Retrieved from Detik News: https://news.detik.com/berita/d-6223075/ini-langkah-pemprov-dki-untuk-cegah-jakarta-tenggelam-di-2050