Siaran Pers: Strategi Komunikasi untuk Meningkatkan Keterlibatan Kepemimpinan Politik Perempuan

Mufti Nur Latifah, salah satu narasumber pelatihan saat menyampaikan materinya, Rabu (31/04). Doc: IDEA

Pelatihan strategi komunikasi untuk meningkatkan keterlibatan dan mengukur keberhasilan kepemimpinan politik perempuan berhasil dilaksanakan oleh IDEA, Rabu 31 Maret 2021. Pelatihan yang melibatkan 100 lebih partisipan dari seluruh kab/kota di DIY, seperti Bantul, Kulon Progo, Sleman, Gunungkidul dan Yogyakarta tersebut dilakukan secara daring melalui zoom meeting dan live streaming facebook IDEA.

Hadir dalam pelatihan ini narasumber yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Para narasumber tersebut antara lain ialah Amalinda Savirani  yang bekerja sebagai kepala program S3 Ilmu Politik UGM, Mufti Nur Latifah yang bekerja sebagai dosen Komunikasi UGM, serta Titik Istiyawatun selaku kepala desa Sriharjo, Imogiri Bantul. Amalinda Savirani menyampaikan materi tentang pentingnya kepemimpinan politik perempuan dalam pembangunan yang inklusif, kemudian Mufti Nur Latifah menyampaikan materi tentang strategi komunikasi politik perempuan. Sementara itu, Titik Istiyawatun banyak bercerita tentang pengalamannya sebagai perempuan terlibat dalam kontestasi politik di Desa serta upaya-upaya yang ia lakukan hingga berhasil memenangkan pilkades Desa Sriharjo, Yogyakarta.

Setidaknya ada dua tujuan penting dilaksanakannya training ini, yang pertama ialah agar kelompok perempuan memahami pentingnya pesan pesan kunci dan mengidentifikasi strategi komunikasi untuk meningkatkan keterlibatan dan mengukur keberhasilan kepemimpinan politik perempuan. Kemudian yang kedua ialah agar kelompok perempuan mendapatkan cara dan ide kreatif untuk melakukan kampanye kepada audiens (warga) di Desa. Hal ini merujuk terhadap masih rendahnya partisipasi perempuan dalam ruang-ruang pengambilan kebijakan.

Sebagaimana data profil gender dan anak DIY Tahun 2019 di bidang politik dan pengambilan keputusan menunjukkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang tersebut. Jumlah perempuan yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif masih kalah jauh dibandingkan dengan laki-laki yang memegang posisi penting penting dalam bidang politik dan pengambilan keputusan. Penurunan IDG dikontribusi oleh penurunan jumlah Perempuan di eksekutif dimana pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah camat perempuan dari 10 orang menjadi 8 orang. Begitupun jumlah kepala desa/lurah data tahun 2018 memperlihatkan penurunan dari 45 perempuan kepala desa menjadi 42.

Data penurunan kepala desa perempuan ini terjadi di Kulonprogo, yang juga terlihat bahwa jumlah kepala desa desa turun Jika dibanding laki-laki, persentase camat dan kepala desa perempuan berkisar di angka 10%, jauh dari afirmasi quota perempuan yang ditetapkan yaitu 30%. Jumlah Bupati/walikota di DIY hanya 1 orang dari total 5 orang bupati/walikota. Dalam Pilkada serentak yang digelar pada bulan Desember 2020, hanya ada 3 perempuan yang mencalonkan diri sebagai bupati dan wakil bupati dari 18 calon yang akan maju dalam kompetisi pemilihan kepala daerah. Jumlah anggota BPD perempuan juga masih minim, di Kabupaten Sleman misalnya dari total 904 orang anggota BPD, hanya 22 orang yang perempuan atau sekitar 2%. Hal ini mengindikasikan pentingnya meningkatkan akses dan partisipasi perempuan untuk lebih jauh terlibat dalam proses memproduksi model-model kepemimpinan politik perempuan yang berpihak kepada kepentingan perempuan dan kelompok rentan.

Menurut Amalinda, politik tidak hanya sebatas persoalan pemilu, pemerintah, dan kebijakan. Dalam skala yang luas, kata Amalinda,  Politik justru ada pada unit yang kecil seperti bertetangga, dusun, desa. Politik adalah juga persoalan sehari-hari, dan perempuan selalu terlibat dalam persoalan sehari-hari, seperti jalan rusak, akses ke fasilitas kesehatan jauh, sekolah mahal. Karena itu, menurutnya, peran perempuan menjadi penting untuk terus menyuarakan isu-isu sehari-hari agar menjadi perhatian public. Ketika menjadi perhatian publik, maka ia akan menjadi perhatian semua pihak.

Terkait bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan, Mufti Nur Latifah, mengatakan bahwa pertama-tama penting membangun personal branding otentik dari komunikator atau kelompok perempuan. Jadi tidak harus menjadi seperti orang lain, karena justru yang otentik dari tiap perempuan akan menjadi daya tarik.

Kemudian, yang kedua pesan yang akan disampaikan harus jelas. Pesan jelas setidaknya disampaikan dengan bahasa yang jernih, kontekstual, dan tidak ambigu. Selain itu, narasi yang disampaikan jujur dan lugas (real stories), datanya relevan, dan divisualisasi semenarik mungkin. Setelah memahami pesan yang akan disampaikan, maka komunikator harus menentukan medium apa yang akan digunakan. Medium sangat beragam, misalnya seperti media massa, media sosial, dan tatap muka serta pertunjukan-pertunjukan seni.

Yang terakhir ialah sasarannya harus terukur, sasaran ini harus dipetakan, kalau menggunakan media sosial, maka diperhitungkan konten yang akan disampaikan di tiap-tiap media sosial. Karena, data menunjukkan tiap media sosial memiliki pengguna dan penggemar yang berbeda-beda, baik dari sisi usia hingga jenis kelamin.

Sementara itu, TItik Istiyawatun, menyampaikan pengalamannya dalam memenangkan kontestasi pemilhan lurah di Sriharjo, Bantul. Menurut titik, proses komunikasi politik yang ia bangun sudah dilakukan sejak lama. Awalnya memang dilatarbelakangi dari mengangkat banyaknya persoalan di desanya. Hingga pada akhirnya Titik sering memanfaatkan beberapa forum penting di desa untuk menyampaikan pesannya. Misalnya, Titik mencontohkan, yakni dengan berdialog dengan warga memetakan masalah, potensi, dan membangun visi bersama. Upaya ini kemudian dilembagakan dalam RPJMDesa saat setelah memegang kendali Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Selain penyampaian materi dari narasumber, pelatihan ini juga meminta partisipan untuk membuat pesan kampanye politik untuk mendukung kepemimpinan perempuan. Pesan-pesan seperti “Perempuan Berdaya, Masyarakat Sejahtera”, “Perempuan Lurahnya, Sejahtera Warganya” dan “Partisipasi Perempuan bukan Lagi Soal Angka dan Prosentase, Tapi Soal Gagasan yang Tersampaikan dalam Forum-Forum Publik”.

Narahubung: Ahmad Hedar | Project Officer

082225434796