Di bawah label IDEA, berbagai diskusi dengan skala terbatas maupun terbuka diselenggarakan. Akademisi, mahasiswa, aktivis NGO dan wartawan lambat laun mulai terbiasa dengan diskusi-diskusi dan wacana yang berkembang di IDEA yang berciri kritis, terbuka dan kadang eksperimental.

Meskipun mulai dikenal oleh publik sebagai persemaian pemikiran-pemikiran kritis, IDEA tidak melalui tahun pertama dengan mudah. Bahkan, pada tahun berikutnya, aktivis IDEA yang pada saat pendiriannya masih berstatus mahasiswa, satu per satu keluar dari Yogyakarta untuk bekerja selepas kuliah. Denyut organisasi melambat. Namun, berkat hadirnya generasi aktivis yang lebih muda denyut itu tetap bertahan.

Pada tahun 1998, bertepatan dengan pergolakan politik di Indonesia, generasi baru aktivis IDEA terlibat kegiatan-kegiatan politik di jalanan yang menuntut perubahan mendasar pada sendi-sendi demokrasi di Indonesia. Bersamaan dengan itu, latar belakang aktivis mahasiswa yang ada dalam komunitas IDEA makin beragam; ekonomi, ilmu politik, dan geografi.

Tahun 1998 dan aktivitas IDEA perlahan-lahan bergeser dari diskusi-diskusi dan pergulatan pemikiran ke arah tindakan-tindakan yang lebih nyata, tanpa meninggalkan karakter pemikirannya. Masalah yang menjadi kepedulian IDEA juga makin terfokus; yakni persoalan penanganan korupsi dan kebijakan keuangan negara.

Seiring dengan pemilihan fokus tersebut, pergaulan IDEA makin luas baik di kalangan NGO maupun funding agencies yang kerapkali mensyaratkan legalitas. Untuk memudahkan hubungan dengan pihak-pihak eksternal, sangat tidak mudah bagi IDEA untuk bertahan dalam statusnya sebagai salah satu sayap dari Yayasan Merdeka.

Maka, setelah melalui diskusi per telepon dengan para pendiri Yayasan Merdeka, Agam Fatchurrochman, Dati Fatimah, Deddy Heriyanto, Revrisond Baswir dan Wahyu W. Basjir mencatatkan IDEA di notaris untuk mendapatkan badan hukum yayasan pada tahun 1999. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan lembaga payung Yayasan Merdeka sejak didirikan tidak pernah secara de facto bekerja sedangkan nama IDEA jauh lebih dikenal.

Kendati sudah memiliki badan hukum sendiri, pertumbuhan IDEA ternyata membutuhkan berbagai penyesuaian karena berbagai pilar dan basis kelembagaan belum sempurna. Dalam kondisi demikian, kegiatan dan program-program IDEA memang terus bisa dikelola namun berbagai kendala menyebabkan banyak hal tidak bisa dilakukan dengan segera.

Hingga sampailah kesepakatan untuk menjadikan IDEA lebih fleksibel dan terbuka dengan pilar-pilar pengambilan keputusan secara demokratik yang memadai. Maka, berubahlah status badan hukum IDEA dari yayasan menjadi perkumpulan dengan nama Perhimpunan IDEA (Institute for Development and Economic Analysis). Perubahan itu mencakup juga penggantian preposisi of oleh for untuk memberikan watak yang lebih aktif pada kepanjangan akronim IDEA.