Menakar Peluang Aplikasi Open Data di DIY

Pada tanggal 25 Januari 2017, Perkumpulan IDEA  – bekerjasama dengan Ford Foundation melakukan Focus Group Discussion (FGD) II : Aplikasi Open Data “Arcapada”. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari FGD I : Inisiasi Open Data, yang diselenggarakan Juni tahun lalu. Beberapa perwakilan dari Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terlihat hadir dalam kegiatan ini, antara lain : Tim IT Bappeda Kota/Kab se – DIY, TKPKD Kota/Kab se – DIY, TKPKD Propinsi DIY, dan Tim IT Bappeda DIY. Hampir sebagian besar perwakilan dari OPD yang hadir dalam kegiatan ini, merupakan wajah – wajah baru. Selain dari OPD, beberapa partisipan dari Desa Akuntabilitas Publik Girisuko dan Dlingo, serta Forum Pengembang SID, turut hadir dalam kegiatan ini.

Dalam kegiatan ini, tim program IDEA dan Ford Foundation memaparkan proses inisiasi pengembangan open data secara runtut/sistematis, mulai dari akses dokumen perencanaan penganggaran  (baca: APBD) daerah, melakukan proses scraping cleaning dokumen APBD, mengembangkan aplikasi open data, dan memasukkan data hasil ke scraping cleaning dokumen APBD ke dalam aplikasi open data. Aplikasi open data ini, sengaja kami namakan “Arcapada” (selanjutnya disebut dengan Arcapada). Nama Arcapada merujuk pada 2 (dua) batu kembar di (gunung) Semeru, yang menjadi gerbang awal pendakian ke puncak. Kami mencoba mengambil spirit tersebut, dengan harapan, aplikasi ini menjadi titik awal bagi pemerintah daerah mengimplementasikan open data dokumen APBD melalui sistem informasi. Alih – alih mengembangkan Arcapada ini dengan fitur yang lebih menarik.

Arcapada merupakan hasil kolaborasi tim program IDEA dan Ford Foundation dengan tim teknologi informasi (TI). Tim program lebih banyak mengisi konten aplikasi, sedangkan tim TI menyempurnakan aplikasi ini dari sisi teknis. Keduanya saling melengkapi. Arcapada ini sendiri digarap oleh tim program dan tim TI, selama kurang lebih 4 (empat) bulan, terhitung dari September – Desember 2016.  Arcapada mampu mendokumentasikan, cum membaca seluruh dokumen APBD, mulai dari tingkat desa, kab/kota, bahkan propinsi selama 3 (tiga) tahun terakhir.

Kemampuan Arcapada cukup mumpuni dalam men-tracking semua item anggaran, baik di dalam komponen pendapatan, belanja, hingga pembiayaan; termasuk pula urusan, program, kegiatan, hingga sub kegiatan. Tak terkecuali, agregat umum anggaran daerah. Dengan kemampuan semacam itu, harapan kami, publik mendapatkan kebermanfaatan dari Arcapada, yakni mengetahui konsistensi dan komitmen pemerintah daerah (yang diwujudkan dalam anggaran publik) dalam upaya pemenuhan hak – hak dasar masyarakat, seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Lalu, bagaimana Arcapada bekerja melakukan tracking item anggaran? Cara kerja Arcapada menggunakan kode rekening dan kata kunci anggaran sebagai basis utama system identification. Dengan model identifikasi tersebut, Arcapada mampu membandingkan anggaran program, kegiatan, dan sub kegiatan; antar masing – masing OPD di lingkup pemerintah daerah. Bahkan, Arcapada mampu membandingkan anggaran program, kegiatan, dan sub kegiatan di satu OPD yang sama, tetapi institusi pemerintah daerahnya berbeda. Misalnya anggaran Dinas Sosial di Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulonprogo. Hasil tampilan dari tracking Arcapada cukup menarik. Pertama, data anggaran disajikan dalam format tabel, mencakup kode rekening, uraian, nominal, dan keterangan. Kedua, data anggaran disajikan menggunakan diagram batang dan pie/lingkaran, lengkap dengan kode rekening, nominal, uraian, dan keterangan.

Pada kegiatan ini pula, tim program IDEA dan Ford Foundation mensimulasikan operasionalisasi Arcapada kepada partisipan. Tujuannya adalah ingin menunjukkan bahwa Arcapada yang (telah) dikembangkan, relatif mudah digunakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Selain melalui personal computer (PC) Arcapada sangat mudah diakses melalui smartphone. Tampilan Arcapada di PC dengan smartphone, tidak jauh berbeda. Arcapada juga dilengkapi dengan fitur analisis guna menganalisis anggaran publik. Pun dalam kegiatan ini, tim analis dokumen APBD mensimulasikan cara menganalisis anggaran menggunakan Arcapada.

Beberapa perwakilan dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) kab/kota dan propinsi; memberikan apresiasinya terhadap keberadaan Arcapada. Bapak Indra dari TKPKD Kab. Kulonprogo menilai, Arcapada tidak hanya akan membantu masyarakat, tetapi juga akan membantu pemerintah daerah. “Jadi, kami bisa membandingkan belanja kami dengan OPD yang lain,” papar Indra. Apresiasi yang sama terhadap Arcapada ini ditunjukkan oleh Bapak Seno dari TKPKD Propinsi DIY, yang menilai keberadaan aplikasi ini akan memberikan kontribusi (positif) kepada pemerintah daerah terkait dengan anggaran.

Meskipun mendapatkan beragam apresiasi positif dari perwakilan pemerintah daerah, Arcapada masih mempunyai sedikit kelemahan, yakni keterbatasan mengidentifikasi kode rekening pemerintah daerah. Keterbatasan identifikasi ini dikarenakan perbedaan kode rekening anggaran di masing – masing pemerintah. Misalnya kode rekening di pemerintah daerah A berbeda dengan pemerintah daerah B. Acapkali kode rekening di internal pemerintah daerah, dari tahun ke tahun berubah – ubah. Kenyataan ini diinsyafi betul oleh semua perwakilan pemerintah daerah. Inkosistensi penatausahaan (baca : kode rekening) ini dikeluhkan pula oleh Bu Prantini, TKPKD Kota Yogyakarta. “Di internal Pemkot Yogyakarta, kami merasa kesulitan karena akun (kode rekening) berubah – ubah”, tutur Prantini. Setiap tahun (kode rekening) berubah, jadi kalau belum direvisi, itu belum bisa dilaksanakan pada tahap perubahan anggaran untuk kegiatan,” tegasnya. Dengan kondisi semacam ini, tentu menyulitkan pengembangan Arcapada di masa depan.

Problematika kode rekening anggaran ini cukup krusial. Penyelarasan kode rekening anggaran di semua kab/kota dan propinsi se – DIY menjadi “pekerjaan rumah” bersama para pemangku kepentingan dalam mendorong implementasi satu aplikasi open data di DIY. Lagipula secara teknis, Arcapada tidak menemui kendala signifikan.

Saat ini, kita memasuki fase yang cukup krusial dalam mendorong satu aplikasi open data DIY. Terlepas persoalan inkonsistensi kode rekening anggaran di masing – masing pemerintah daerah, implementasi untuk mengintegrasikan Arcapada ke dalam portal tapakmaya pemerintah menjadi penting untuk dilakukan saat ini. Semua pemerintah daerah mengapresiasi, sekaligus menyepakati integrasi Arcapada ke portal tapakmaya mereka. Tapi itu baru sekadar lips service yang harus ditagih komitemennya (terus menerus). Dan fase ini adalah fase terpenting dalam inisiasi aplikasi open data di DIY. Masa depan aplikasi open data DIY sedang dipertaruhkan. Peluangnya sama kuat. Bisa jadi aplikasi ini akan diimplementasikan di semua portal tapakmaya kab/kota maupun propinsi, namun bisa jadi tidak; selayaknya tendangan pinalti dengan dua kemungkinan, gol dan tidak. Konsistensi sikap dan komitmen para pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan implementasi aplikasi open data. Sekali lagi, peluangnya masih fiftyfifty lho. [Yoga Putra P]