Film ‘LAGU DUKA KALIGARING’

[wpdevart_youtube]https://www.youtube.com/watch?v=Rf2CJ8lCVsQ[/wpdevart_youtube]

Sebuah film indie persembahan IDEA (Institute for Development and Economic Analysis) Yogyakarta untuk mengetuk nurani dan melawan korupsi. Silahkan tonton filmnya disini.

Resensi ringan Film ‘LAGU DUKA KALIGARING’ by ragandhi.wordpress.com

Pada film kali ini diceritakan bagaimana korupsi dapat menimbulkan berbagai masalah dalam berbagai sector kehidupan. Film ini mengambil setting tempat sebuah desa terpencil  bernama desa Kaligaring yang berada dalam wilayah Provinsi Yogyakarta. Film ini merupakan sebuah kisah nyata yana benar-benar terjadi. Film ini di buat oleh warga  desa Kaligaring sendiri dengan scenario dan pemain-pemainnya asli dari warga desa yang dibimbing dan diarahkan oleh LSM IDEA (Institute for Development and Economics Analysis).

Desa Kaligaring merupakan sebuah desa yang terpencil, dengan fasilitas public yang  minim dan pembangunan desa yang macet. Ihwal mula cerita film ini dimulai dengan scene bapak Kepala Desa yang sedang mendapatkan telpon dari pemerintah kabupaten, diceritakan bahwa desa Kaligaring mendapatkan dana bantuan dari pemerintah kabupaten untuk pelaksanaan program Keluarga Berencana dan pembangunan infrastruktur desa, antara lain ialah dana untuk pembangunan jalan. Namun ternyata dana tersebut ternyata telah disunat dari atas sehingga ketika turun dana hanya tinggal setengahnya. Dana setelah disunat itupun akhirnya tidak bisa dialokasikan untuk pembangunan desa karena dikorupsi bapak Kades untuk membeli mobil. Bapak Kades berdalih bahwa mobil tersebut juga untuk kepentingan masyarakat, masyarakat boleh menggunakan/ meminjam mobil tersebut kapan saja asalkan kembali dalam keadaan utuh.

Setting kemudian beralih kepada rumah satu keluarga miskin yang terdiri dari empat orang anggota keluarga yakni ibu yang bernama Iyem (yang menjadi tokoh sentral dalam film ini), tiga orang anak yang bernama Minah, Supri dan adiknya yang masih kecil, serta suami Iyem. Suami Iyem mengeluh kepada Iyem kenapa Iyem kok bisa mengandung lagi padahal dalam keadaan sekarang sudah sangat susah apalagi kalau nanti anak keempat mereka lahir. Iyem sendiri juga heran kenapa dirinya masih bisa mengandung padahal dia juga ikut program KB, ternyata memang selama ini program KB tidak dapat berjalan dengan optimal karena dana operasional KB juga dikorupsi oleh kepala desa, akibatnya angka kelahiran menjadi tidak terkontrol dan angka kematian ibu dan bayi bertambah yang semakin menambah beban bagi keluarga miskin dan pra sejahtera. Selain itu dari dialog antara Iyem dan suaminya juga disinggung mengenai bagaimana ekploitasi wanita terjadi akibat kemiskinan yang semakin parah banyak wanita didesa yang mencari kerja keluar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW), disana mereka diekploitasi dan ketika pulang banyak diantara TKW tersebut yang hamil tanpa suami.

Pada suatu ketika Supri (anak laki-laki Iyem) pulang kerumah dengan wajah sedih dan mengadu kepada Ibunya bahwa hari ini dia dipanggil lagi ke ruang Kepala Sekolah karena sudah dua bulan belum membayar uang sekolah selain itu Supri juga meminta uang untuk membeli buku yang diwajibkan oleh pihak sekolah (potret kelam pendidikan Indonesia yaitu menjadikan anak didik sebagai obyek bisnis di sekolah). Tentu saja Iyem hanya bisa menjanjikan kepada Supri untuk menunggu sampai akhir bulan karena Iyem tidak mempunyai uang sama sekali. Pekerjaan Iyem hanyalah sebagai seorang tukang sayur keliling yang menjualkan dagangan milik orang lain, tentu saja untung yang diperoleh tidak bisa dimiliki sendiri oleh Iyem, sedangkan suami Iyem hanyalah seorang buruh bangunan yang tidak tentu pekerjaannya. Masalah dikeluarga ini bertambah ketika pada suatu malam Minah anak perempuan mereka menggigil dan mengigau seperti kesurupan. Ternyata Minah menderita penyakit demam berdarah yang harus dirawat secara intensif di sebuah rumah sakit. Permasalah pun semakin menumpuk darimana mereka memperoleh dana untuk membayar biaya rumah sakit anaknya.

Suami Iyem memikirkan bagaimana cara mendapatkan dana, untuk berhutang di KUD sudah tidak mungkin karena hutan suami Iyem sudah melebihi batas dan belum dilunasi. Ternyata ada satu cara untuk mendapatkan keringanan biaya di rumah sakit, yaitu dengan memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu dari desa serta memiliki KTP. Untuk memiliki surat tersebut ternyata harus mendapatkan rekomendasi dari RT, RW dan Pemerintah desa. Dan untuk mendapatkan rekomendasi tersebut suami Iyem harus mengeluarkan uang administrasi yang tidak lain adalah bentuk dari pungutan liar. Setibanya di kantor kecamatan ternyata membuat kedua surat tersebut butuh waktu lebih dari satu minggu, sedangkan Minah harus mendapatkan perawatan sesegera mungkin. Ternyata ada cara lain untuk mempercepat proses pengurusan kedua surat tersebut yaitu dengan memberikan uang/ sogokan kepada petugas. (Inilah potret birokrasi Indonesia yang rumit berbelit-belit dan banyak sekali pungutan liar. Akibatnya kembali rakyat miskinlah yang menjadi tumbal).

Suami Iyem mempunyai pikiran untuk menjual rumah untuk menambah biaya pengobatan anaknya, namun rencana itu ditentang oleh Iyem karena tinggal rumah yang menjadi satu-satunya harta yang mereka miliki. Akibatnya suami Iyem menjadi naik pitam dibenturkanlah wajah iyem ke dinding, terjadilah efek lebih lanjut dari penumpukan masalah diatas yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ternyata nyawa minah tidak dapat tertolong karena perawatan yang tidak optimal, sia-sialah sudah semua usaha yang dilakukan suami Iyem surat keterangan tidak mampu dan KTP menjadi tiada guna yang ada malahan uang mereka habis untuk biaya administrasi mengurus kedua surat tersebut.

Masalah demi masalah, beban demi beban semakin bertambah karena suami Iyem sudah tidak bekerja lagi. Suatu ketika Iyem pergi ke Posyandu dengan anaknya yang paling kecil. Disana diberikan pengumuman bahwa mulai bulan depan pemeriksaan di posyandu akan dikenakan biaya (yang ternyata memang dana untuk kesehatan masyarakat juga telah dikorupsi oleh Kades-nya). Iyem semakin bingung denga keadaan ini, jangankan untuk membayar uang iuran posyandu untuk makan sehari-hari saja susah.

Pada suatu hari, Iyem pergi mencuci di sungai bersama tetangga-tetangganya dan selesai mencuci Iyem pulang naik sepeda onthel bersama seorang rekannya. Jalan yang dilalui sangatlah jelek karena dana pembangunan infrastruktur jalan juga dikorupsi oleh pak kades. Ketika sampai pada suatu turunan sepeda Iyem oleng dan akhirnya mereka berdua jatuh, iyem pun tak sadarkan diri. Kondisi Iyem sangat kritis dan harus segera dirawat di rumah sakit. Oleh warga Iyem dibawa ke kantor desa untuk dinaikkan di mobil pak kades yang katanya dapat digunakan bagi kepentingan warga, ternyata mobil pak Kades malah direntalkan oleh temannya kepada wisatawan untuk berkeliling keliling jogja. Ambulans didatangkan namun ambulan tidak bisa cepat datang karena kondisi jalan yang memang sangat memprihatinkan. Akhirnya nyawa Iyem dan bayi yang dikandungnya pun tidak bisa tertolong karena tidak segera mendapatkan perawatan secara medis.

Karena peristiwa itu suami Iyem menjadi sangat depresi dan menjadi sangat mudah tersulut emosinya. Supri pun terpaksa putus sekolah karena malu diejek teman-temannya karena tidak mampu membeli buku. Suami iyem sangat marah ketika mengetahui anaknya yang paling kecil dirawat oleh kerabatnya, dia menyuruh Supri untuk mengambil kembali adiknya. Padahal dia sudah tidak memiliki apa-apa untuk memberi makan anak-anaknya. Akhirnya runtutan terakhir dari masalah-masalah diatas yaitu eksploitasi anak (memaksa anak di bawah umur untuk bekerja) membuat semakin bertambahnya gelandangan dan anak jalanan.