Indonesia diibaratkan supermarketnya bencana, karena semua jenis ancaman bencana berpotensi terjadi di negara ini dan sebagian besar wilayahnya mempunyai potensi ancaman bencana. Begitu juga dengan wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, tidak lepas dari berbagai ancaman bencana dengan berbagai variasi tingkat ancamannya. Ancaman letusan Gunung Merapi yang kemudian diikuti dengan ancaman sekunder yang berupa banjir lahar dingin atau lahar hujan menjadi salah satu ancaman yang paling tinggi di wilayah Kabupaten Magelang dibanding dengan potensi ancaman bencana lainnya. Setiap kejadian bencana dimanapun akan berdampak pada kerusakan dan kerugian sesuai dengan tingkat ancaman bencananya dan juga kerentanan serta kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat maupun pemerintah. Begitu juga dengan keberadaan UMKM ditengah-tengah masyarakat ikut terpuruk dengan adanya kejadian bencana.

Berkaca pada kejadian bencana gempa bumi Yogyakarta pada tahun 2006, yang menunjukkan bahwa pada saat terjadinya bencana, Sekitar 650.000 orang kehilangan pekerjaan, dan 90%-nya bekerja di UKM. Pekerja dan pemilik UKM menderita kerusakan tempat kerja dan aset, kehilangan bahan baku, dan berhentinya produksi dan berdampak pada kehilangan pekerja dalam waktu panjang Selama beberapa waktu setelah bencana tersebut, sector UMKM tersebut memiliki hambatan dalam melanjutkan usahanya, sehingga business proses tidak berjalan.  Akibatnya, enam tahun kemudian diketahui bahwa ada sekitar 20.000 usaha kecil dan menengah yang meninggalkan kredit macet yang harus dihapuskan di Bank Indonesia dengan total senilai empat juta poundsterling lebih. Selanjutnya pada kejadian erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, khususnya untuk wilayah kabupaten Magelang mengalami dampak yang cukup parah terhadap usaha mikro, kecil dan menengah.

Seperti ditulis voaindonesia.commenyampaikan bahwa kerusakan tanaman salak di Kabupaten Magelang mencapai 80% dari keseluruhan tanaman salak, dimana yang paling banyak diwilayah Kecamatan Srumbung. Sedangkan litbang.pertanian.go.id/buku/Erupsi-Gunung-Merapi/Bab-I/1.8.pdf, menuliskan bahwa menurut informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, dari 2.800 ha tanaman salak yang ada, diperkirakan 1.974 ha mengalami kerusakan, sedangkan  1.969 ha masih dapat direhabilitasi dengan cara pemangkasan, sehingga pemilihannya bisa lebih cepat. Atas kerusakan tanaman salak akibat erupsi Merapi tersebut, kerugian usaha tani tanaman salak Rp 585 juta/ha, sehingga kerugiannya mencapai Rp 1,15 T.

DSC00374Sedangkan jumlah kerugian akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 secara keseluruhan mencapai 2,866 triliun rupiah. Dari kelima sector, ternyata kerugian yang paling besar adalah pada sector ekonomi yang didalamnya termasuk kerugian pada pelaku UMKM. Secara khusus kerugian dari sisi UMKM secara langsung sebesar Rp 3,42 miliyar dan kerugian tidak langsung mencapai Rp 8 miliar. Sedangkan akibat tutupnya pasar akibat erupsi Merapi mencapai Rp 239,33 miliar.

Akibat dari berhentinya produksi akibat kejadian, pelaku usaha harus kehabisan uang simpanan maupun modal usaha, bahkan sebagian dari mereka harus menjual aset yang dimiliki maupun mencari pinjaman untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama mereka belum bisa berproduksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum usaha pokok mereka bisa berproduksi tidak bisa sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.  Dengan kondisi yang demikian untuk bisa memulai produksi kembali mereka mendapatkan kesulitan, selain modal usaha mereka sudah habis, mereka juga mempunyai tanggungan pinjaman yang harus mereka bayar. Bagaimanapun semakin lama mereka berhenti dari usahanya, maka semakin semakin banyak uang yang diperlukan untuk membiayai kehidupan sehari-hari, semakin banyak pula asset yang harus mereka jual untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, semakin banyak pula pinjaman mereka.

Dengan melihat besarnya dampak kejadian bencana terhadap keberlanjutan usaha mikro, kecil dan menengah inilah kemudian telah dilakukan upaya-upaya membangun ketangguhan UMKM di Kabupaten Magelang. Selama kurun waktu 5 bulan, mulai bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015, telah tersusun dokumen rencana keberlanjutan usaha (RKU) Individu maupun rencana keberlanjutan usaha kawasan (RKUK) untuk produksi Salak dan Slondok. Selain itu juga telah terbangun jaringan antar pihak, baik dari pelaku UMKM sendiri, pemerintah daerah maupun pihak swasta yang kemudian membangun komitmen untuk bersama-sama berupaya membangun ketangguhan dan keberlanjutan UMKM sesuai dengan kapasitas masing-masing. Kemudian pada program replikasi untuk membangun ketangguhan UMKM terhadap ancaman bencana, maka juga telah tersusun rencana keberlanjutan usaha untuk kru angkutan desa jurusan Muntilan – Talun dan Tlatar serta rencana keberlanjutan usaha untuk pedagang lesehan pasar Talun.

DSC00383Dalam Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana pasal 28 dituliskan bahwa lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Kemudian pada pasal 29 disebutkan bahwa lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana, berkewajiban menyampaikan laporan keapda pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik secara transparan serta berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksananakan fungsi ekonominya dalam  penanggulangan bencana. Terkait dengan peran lembaga usaha dalam penanggulangan bencana itulah kemudian telah dibangun jaringan antara usaha kecil dengan pihak-pihak lain untuk bersama-sama membangun ketangguhan usaha mikro, kecil dan menengah terhadap ancaman bencana.

Dalam membangun ketangguhan UMKM terhadap ancaman bencana tentu saja tidak bisa lepas dari tanggungjawab pemerintah. Dengan melakukan investasi, yaitu dengan melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana terhadap UMKM, maka nantinya akan sedikit biaya yang akan dikeluarkan dalam masa tanggap darurat maupun kebutuhan untuk pemulihan apabila terjadi bencana. Untuk itulah diperlukan komitmen dari pemangkau kebijakan baik eksekutif maupun legislatif untuk memunculkan kebijakan-kebijakan yang mendukung ketangguhan UMKM. Kebijakan tersebut sangat diharapkan agar bisa menjadi dasar untuk menjawab persoalan-persoalan yang selama ini masih dirasakan oleh pelaku UMKM.

Versi lengkap materi dialog publik ini bisa diunduh di tautan di bawah ini;

https://drive.google.com/file/d/0BwHr8XOOUlcEZ3RvVUZSeHB3UVU/view?usp=sharing