Mendorong Open Data Program Penanggulangan Kemiskinan

DSC01410Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk miskin Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun meskipun tak terlalu signifikan. Padahal anggaran negara yang telah dibelanjakan untuk program penanggulangan kemiskinan, sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Mungkin puluhan, atau bahkan ratusan trilyun, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran belanjanya untuk program penanggulangan kemiskinan. Dengan alokasi anggaran publik yang relatif besar, sudah semestinya angka penduduk miskin di Indonesia dapat berkurang dengan (sangat) signifikan.

Ada 2 (dua) tesis menarik yang dapat mengkerangkai logika berpikir kita di dalam memahami keterkaitan angka-angka kemiskinan dengan besaran postur anggaran publik program penanggulangan kemiskinan. Tesis pertama, kurangnya data terpilah yang berhubungan dengan intervensi program penanggulangan kemiskinan di semua tingkatan administratif, mulai dari pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan desa. Minimnya ketersediaan data terpilah ini membuat intervensi program penanggulangan kemiskinan menjadi kurang optimal. Ketidaktepatan sasaran manfaat lazim kita dengarkan di masyarakat. Kebermanfaatan atau beneficieris dari program penanggulangan kemiskinan yang sudah diproyeksikan sebelumnya oleh pemerintah, menjadi tidak termanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat. Tentu hasil akhirnya sudah pasti dapat publik tebak, angka kemiskinan Indonesia cenderung “stabil” dari tahun ke tahun, dan dari presiden ke presiden.

Tesis kedua, program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang selama ini telah diupayakan oleh pemerintah, di berbagai tingkatan administratif, belum sepenuhnya transparan dan akuntabel. Bahkan, kondisi ini dapat kita saksikan dengan mata telanjang sekalipun. Diseminasi informasi tentang program penanggulangan kemiskinan yang menjadi tanggungjawab pemerintah, tidak cukup optimal. Di masyarakat terjadi apa yang disebut dengan asimetris informasi, dikarenakan adanya proses diseminasi informasi yang tidak optimal. Belum lagi, aksesabilitas publik di dalam menjangkau data-data program penanggulangan kemiskinan, terbilang cukup minim. Minimnya aksesabilitas publik terhadap data-data program penanggulangan kemiskinan, besar kemungkinan disebabkan oleh 2 (dua) hal. Pertama, memang (sengaja) dibatasi oleh pemerintah sebagai pemilik sah data-data program penanggulangan kemiskinan, dan yang kedua, kurangnya kesadaran publik mengakses data-data program penanggulangan kemiskinan, sebagai bagian dari skema monitoring/pengawasan publik terhadap kinerja pelayanan pemerintah yang terkait dengan kemiskinan. Aksesabilitas informasi bagi publik yang berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah keharusan, bila tidak ingin dikatakan sebagai sebuah kewajiban.

Salah satu upaya memberikan aksesabilitas informasi kepada publik tentang data maupun program penanggulangan kemiskinan, dengan membuka aksesabilitas informasi yang cukup detil tentang data program penanggulangan kemiskinan di setiap tingkatan administratif. Lantas, bagaimana cara untuk mendorong keterbukaan akses informasi ini? Caranya dengan mengupayakan implementasi keterbukaan data, atau di dalam istilah populernya disebut dengan “open data”, program penanggulangan kemiskinan di setiap tingkatan administratif. Mendorong satu sampai dua institusi pemerintah di tingkat lokal untuk memulai proses “open data” sebagai percontohan awal, tentu menjadi salah satu pilihan terbaik. Harapannya, implementasi proses “open data” program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan optimal sehingga dapat direplikasi oleh institusi-institusi pemerintah yang lain. Meskipun cukup sulit mendorong pemerintah melakukan upaya ini, tetap saja inisiasi ini harus dimulai.

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya 3 Juni 2016, bertempat di Grand Quality Hotel, IDEA mencoba mulai melakukan inisiasi implementasi “open data” program penanggulangan kemiskinan. Inisiasi ini mengambil tajuk, “FGD Open Data Program Penanggulangan Kemiskinan di Yogyakarta”. Keseluruhan proses inisiasi implementasi “open data” ini merupakan kerjasama antara IDEA Yogyakarta dengan Ford Foundation. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Tim Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di 4 (empat) kabupaten, 1 (satu) kota, dan 1 (satu) propinsi.

Kehadiran unsur dari pemerintah ini, merupakan salah bentuk strategi yang dibangun oleh IDEA untuk melakukan proses “engagement” antar masing-masing institusi. Tentu harapannya, tidak ada bentuk resistensi dari pemerintah terhadap proses inisiasi “open data” program penanggulangan kemiskinan, serta ke depannya pemerintah mau mereplikasi secara sadar, proses inisiasi “open data” yang telah dibangun secara bersama-sama. Dan di dunia yang serba digital seperti sekarang ini, keterbukaan informasi bagi publik merupakan sebuah keniscayaan yang tidak lagi dapat ditolak dan dielak (lagi) oleh pemerintah. Toh harus diyakini betul, keterbukaan informasi publik ini merupakan perwujudkan dari transparansi dan akuntabilitas publik. Publik tentu tahu, transparansi dan akuntabilitas adalah salah satu dari sekian pilar yang membentuk pemerintahan yang baik (good governance). [YPP, FAF]