Kemandirian Daerah Mengatasi Ketimpangan

Bupati Kulonprogo Periode 2017-2022 Hasto Wardoyo menyampaikan, untuk mengatasi masalah kemiskinan daerahnya mampu menanggulanginya dengan mengoptimalkan potensi lokal. Selama masa kepemimpinanya, berbagai potensi seperti sumber air, beras, batu andesit, batik rumahan dan gula merah berhasil dikelola sedemikian rupa hingga menjadi produk unggulan.

Optimalisasi ini diwujudkan lewat program Bela Beli Kulonprogo. Bela Beli kulonprogo ialah sebuah gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan dengan cara setia membeli berbagai produk lokal produksi masyarakat Kulonprogo. Gerakan ini cukup berhasil mengurangi kemiskinan, karena mayoritas produksi dilakukan oleh masyarakat miskin. Selain upaya pengentasan kemiskinan, langkah ini juga ditujukan sebagai strategi untuk menghadapi perdagangan internasional yang tidak dapat dihindari menurutnya.

“Bela Beli kulonprogo, setia sampai mati, mati mengkonsumsi pangan, ngombe (minum), dan baju buatan sendiri. Integrasi perdagngganan internasional tidak bisa dihindari, disikapi dengan ideologi yang kuat dengan membeli produk lokal” ujarnya.

Pemaparan tersebut disampaikan Hasto dalam diskusi yang bertajuk “Tata Kelola Data Kemiskinan untuk Mengurangi Ketimpangan dan Meningkatkan Kesejahteraan” Rabu 9 Agustus 2017, di Gedung Radyosuyoso, Komplek Kantor Pemerintahan Provinsi DIY. Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian diskusi lokakarya Nasional Greget Desa 2017 yang berlangsung pada tanggal 9 hingga 11 Agustus 2017.

Selain Hasto, diskusi ini juga mendatangkan pemantik dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk fokus mendalami permasalah terkait tata kelola data kemiskinan. Mahfud DH sebagai perwakilan TNP2K menyampaikan salah satu poin penting terkait masalah tata kelola data kemiskinan yakni fenomena Inclusion Error dan Eksclusion Error. Inclusion Error merupakan kondisi adanya masyarakat yang tidak layak mendapat program penanggulangan kemiskinan justru terekam sebagai objek penerima dalam basis data pemerintah. Sebaliknya, Eksclusion Error yakni masyarakat yang sesungguhnya layak mendapat program justru tidak terekam dalam basis data.

Inclusion error, masyarakat yang  tidak layak menerima program justru menerima program.  Sedangkan Eksclusion, masyarakat yang  harusnya dapat tapi tidak dapat manfaat program.” Ujarnya

Sebagai dampak dari kacaunya tatakelola data di Indonesia kita perlu memberi perhatian khusus dalam fenomena ini. Menurutnya langkah penanggulangan dapat ditempuh melalui layanan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) yang pemerintah.  Layanan ini memungkinkan masyarakat yang tergolong dalam Eksclusion Error tadi dapat mendaftarkan diri pada basis data secara mandiri.

Peserta yang berasal dari berbagai lapisan pemerintah pusat maupun daerah hingga desa, LSM dan berbagai media tampak antusias mengikuti jalanya diskusi.

Pada sesi tanya jawab misalnya, Nursamsu perwakilan dari Dirjen Fakir Miskin, Kementrian Sosial menyampaikan pendapat bahwa permasalahan terkait tata kelola data bukan menjadi perkara yang mudah. Pemutakhiran data misalnya memerlukan keterlibatan lintas sektor untuk melakukan validasi, sehingga proses yang dilaksanakan cukup pelik. Ia memberikan contoh di Makasar, dimana kesalahan terkait data disebabkan karena jumlah penduduk yang tidak terbaharui.

“Data ini tidak sesimpel yang kita  pkirkan. Ada berbagai lintas sector yang terlibat dalam proses validasi. Di makasar, kesalahan karena jumlah penduduk yang  tidak terupdate.”

Selain itu, juga terdapat pertanyaan menarik dari Rani Yakum tentang bagaimana cara memasukan data kebenncanaan dalam rencana prioritas pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini dikarenakan adanya bencana seperti gagal panen, tanah longsor dan bencana lain menjadi penyumbang besar bagi kondisi kemiskinan.

“ Lima tahun terakhir bencana-bencana beskala kecil menjadi penyumbang besar kemiskinan. Misal gagal panen, tanah longsor. Daerah yang  rawan bencana berada digaris kemiskin, bagiamana memasukan data bencana dalam prioritas pembangunan untuk  mengetaskan kemiskinan.”

Diskusi ini kemudian diakhiri penandatanganan Komunike oleh peserta diskusi sebagai bukti Komitmenya untuk mensukseskan tata kelola data guna menanggulangi kemiskinan.