Siaran Pers: SKM Sebagai Saluran Monitoring Warga

Launching Hasil Survey Kepuasan Masyarakat Atas Layanan Kesehatan BPJS PBI Di Kab. Jember

Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang luas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dapat dilakukan melalui perannya sebagai penyedia dan pengatur layanan. Keberhasilan pemerintah daerah dalam menjalankan peranannya sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan publik yang disediakan. Salah satu cara untuk melihat sejauhmana kualitas pelayanan publik adalah dengan melakukan evaluasi untuk menilai kinerja pelayanan yang disediakan oleh beberapa organisasi perangkat daerah. Secara umum, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai kinerja pelayanan publik yaitu pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pemberi layanan atau pemerintah dan pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pengguna layanan atau publik.

Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengamanatkan kepada seluruh institusi pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk melakukan Survei Kepuasan Masyarakat sebagai tolok ukur keberhasilan penyelanggaraan pelayanan. Sebagai tindak lanjut dari kedua peraturan tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi penyelanggaraan pelayanan publik sekaligus sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik.

Berdasarkan Permenpan No 16 Tahun 2014, Survei Kepuasan Masyarakat adalah pengukuran secara komprehensif kegiatan tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat. Melalui survei ini diharapkan mendorong partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan dalam menilai kinerja penyelenggara pelayanan serta mendorong penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan pengembangan melalui inovasi-inovasi pelayanan publik. Pelayanan publik dapat dilakukan dalam berbagai sektor mulai dari kesehatan, pendidikan, pertanian, kehutanan dll.

Sektor Prioritas, Anggaran Besar Namun Minim Pengawasan

Pemerintah Indonesia mengidentifikasi sektor kesehatan sebagai salah satu dari prioritas utama pembangunan. Sektor kesehatan menerima anggaran dalam jumlah besar, dengan tujuan peningkatan kualitas layanan publik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan, misalnya dengan memperkenalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan peningkatan fasilitas kesehatan. Terdapat dua aspek penting yang rentan disalahgunakan dalam sektor ini: potensi korupsi anggaran sektor kesehatan, dan kualitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Berbagai studi (termasuk penelitian oleh ICW) memperlihatkan bahwa korupsi di sektor kesehatan masih sangat rentan terjadi, dan bukan hanya melibatkan Kementerian Kesehatan, tapi juga petugas kesehatan di tingkat lokal dan RSUD. Banyak pengaduan yang dilayangkan terkait masalah di sektor kesehatan. Berdasarkan data yang diterima LAPOR, terdapat 2.679 laporan pada tahun 2014-2015, dan 598 laporan dilaporkan ke Ombudsman dalam periode yang sama. Satu hal yang patut dicatat, kaum perempuan merupakan korban utama kerentanan korupsi dan pelayanan kesehatan yang buruk. Hal ini disebabkan karena kaum perempuan sering kali harus bertanggung jawab atas kesehatan keluarga dan harus berhadapan dengan korupsi ketika membutuhkan pelayanan persalinan, serta hampir tidak memiliki akses terhadap jaringan perlindungan.

Potret diatas juga terjadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur yang merupakan salah satu Kabupaten miskin di Provinsi Jawa Timur. Dari 31 kecamatan, lebih dari separoh kecamatan penduduknya masuk kategori miskin. Dari data tersebut, jumlah penerima KIS (Kartu Indonesi Sehat) tahun 2016 mencapai 930.693 orang. (http://www.antarajatim.com/lihat/berita/172070/bpjs-penerima-kis-di-jember-bertambah-64507-orang).

Dari data profil kesehatan Kabupaten Jember 2014 menunjukkan jumlah kunjungan di puskemas se-Kabupaten Jember sebanyak 1.368.475 kunjungan dengan 10 penyakit utama. Selain itu kasus DBD yang mayoritas menyerang anak-anak setiap tahun juga menunjukkan trend kenaikan, Tahun 2014 mencapai 1.010 kasus, dengan jumlah kematian akibat DBD juga meningkat yaitu mencapai 35 kasus, dibanding tahun sebelumnya yang hanya 11 kasus. Kondisi ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan dasar bagi masyarakat adalah hal mutlak yang harus disediakan, agar pencegahan dan penanganan kasus penyakit dapat segera diatasi. Kasus tersebut banyak terjadi di wilayah dengan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi, misalnya di Kecamatan Sumbersari. Dengan demikian, penting untuk memastikan bahwa warga masyarakat yang telah memiliki Kartu KIS dapat menggunakan layanan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin,mengingat wabah penyakit cenderung meingkat setiap tahun.

Selama program JKN KIS bergulir, belum ada pihak yang melakukan audit sosial untuk mengukur tingkat kepuasan layanan kesehatan di Faskes Tingkat pertama (FKTP) dan Faskes Tingkat Lanjutan (FKTL) dengan CBM (Community Based Monitoring) atau monitoring secara partisipatif atas program ini. Padahal banyak sekali laporan yang masuk terkait program JKN PBI. Contoh masih ada warga miskin yang tidak masuk skema JKN PBI dan sebaliknya masih ada warga yang mampu masuk skema JKN PBI. Selain itu, minimnya informasi atas prosedur layanan, jenis penyakit dan obat-obatan yang dicover oleh BPJS PBI menjadikan warga pemegang JKN PBI tidak mengetahui prosedur layanan kesehatan, akibatnya berdampak kepada kondisi kesehatan masyarakat, dimana banyak terjadi kasus pasien tidak terlayani. Program-program pencegahan yang bisa dimanfaatkan dari dana kapitasi juga tidak diupayakan oleh pihak terkait, untuk mengurangi jumlah kasus penyakit yang beresiko tinggi mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, pentingnya pengawasan oleh masyarakat atas layanan publik sektor kesehatan terutama JKN PBI sangat diperlukan, agar masyarakat dapat terlibat aktif dalam pemantauan layanan kesehatan dan dapat merasakan manfaat dan dampak atas program KIS. Sejalan dengan hal itu, IDEA Yogyakarta bekerjasama dengan YPSM Jember dan Fitra Jatim didukung oleh USAID – CEGAH menyelenggarakan Survey Kepuasan Masyarakat BPJS PBI di Kabupaten Jember tahun 2017. Survey ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pengguna layanan atau publik.

Survey Kepuasan Masyarakat, Pastikan Layanan Kesehatan BPJS PBI Lebih Baik

Survei Kepuasan Masyarakat BPJS PBI dilakukan di 5 Kecamatan di Kabupaten Jember pada bulan Maret sampai Agustus 2017. Lima kecamatan ini meliputi Kecamatan Sumberbaru, Kecamatan Kencong, Kecamatan Ajung, Kecamatan Ledokombo Dan Kecamatan Silo. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan kelompok masyarakat dari 5 kecamatan lokasi survei sebagai surveyor. Pada bulan Maret dilakukan training SKM kepada calon surveyor yang dilanjutkan dengan finalisasi instrumen SKM. Pada bulan April dilakukan breafing instrumen kepada calon surveyor sebelum mereka turun ke lapangan. Selanjutnya dilakukan pengurusan perijinan survei kepada pemerintah daerah dan stakeholder terkait pada awal Mei. Pada bulan Juni sampai Agustus pelaksanaan SKM di 5 kecamatan dilanjutkan dengan oleh data hasil survei.

Proses survei dilakukan kepada 150 responden pengguna layanan BPJS PBI, 6 pemberi layanan yang terdiri dari 5 FKTP dan 1 FKTL serta 5 unsur pengambil kebijakan yang terdiri dari (Bappeda, BPJS, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Bagian Organisasi Setda Jember). SKM BPJS PBI di Kabupaten Jember dilakukan dengan megacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Terdapat 9 ruang lingkup yang dipotret dari survei kepuasan masyarakat terhadap program BPJS PBI yaitu persyaratan, prosedur, waktu pelayanan, biaya/tarif, produk spesifikasi jenis pelayanan, kompetensi pelaksana, perilaku pelaksana, maklumat pelayanan dan penanganan pengaduan, saran dan masukan. Meskipun ada beberapa kendala dalam proses pelaksanaanya, akan tetapi proses survei berjalan lancar dan dapat dirumuskan beberapa hasil dari proses survei.

Pada awal Desember 2017, tepatnya tanggal 4 dilakukan launching hasil survey yang telah dilakukan oleh jaringan masyarakat. Launching dilakukan dengan mengundang stakeholder terkait dengan pelayanan kesehatan BPJS PBI yaitu Wakil Bupati, BPJS, Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Puskemas dari 5 kecamatan lokasi survey, kelompok masyarakat, LSM, Media, RSUD dan tim surveyor. Pada kesempatan ini dipresentasikan hasil SKM pelayanan BPJS PBI di Kabupaten Jember oleh salah satu perwakilan tim surveyor yaitu Nadifatul Qoiroh. Selanjutnya secara simbolis perwakilan  tim surveyor menyerahkan laporan lengkap hasil SKM kepada pejabat terkait yaitu Wakil Bupati, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala BPJS Kabupaten Jember.

Disampaikan oleh Nadifatul Qoiroh, dari 9 aspek layanan kesehatan yang disurvey dalam SKM ini rata-rata tingkat kepuasan masyarakat ada dalam kisaran 75 – 80 % baik di level FKTP maupun FKTL. Jika menilik pada hasil tersebut maka Pemerintah Jember hanya memiliki pekerjaan rumah sebanyak 25 – 20 % layanan yang kurang memuaskan. Sedangkan 75 – 80 % layanan yang sudah baik tinggal dilanjutkan dan ditingkatkan untuk mencapai derajat kinerja layanan publik sektor kesehatan khususnya BPJS PBI yang lebih baik.

Berdasarkan temuan SKM terhadap layanan BPJS PBI rata-rata pengguna BPJS PBI didominasi oleh kelompok perempuan dengan usia rata-rata 30 tahun ke atas dengan latar belakang pendidikan SD yang memiliki penghasilan tidak tetap. Untuk kepesertaan BPJS PBI, tidak ada yang melakukan pendaftaran, mereka telah terdata dalam data base pemerintah pusat dan mendapatkan informasi dari dinas, pendamping ataupun desa. Proses pendataan penerima kartu BPJS PBI menggunakan pendekatan top down sehingga menyebabkan kartu tidak termanfaatkan karena data tidak sesuai dengan kondisi dilapangan.

Prosedur pelayanan di FKTP dan FKTL secara umum sudah cukup mudah seperti prosedur pendaftaran dan klaim obat, meskipun masih ada responden yang menyatakan tidak mudah. Hal ini dikarenakan mereka tidak mengetahui tata cara dan prosedur ketika akan menggunakan kartu BPJS PBI. Di sisi waktu pelayanan dinilai sudah cukup singkat dan mudah bagi penerima BPJS PBI. Pada pendaftaran di FKTP dan FKTL, sebanyak 85% responden menyatakan kurang dari 1 jam, meskipun ada juga yang mengatakan pendaftaran lebih dari 1 jam, hal ini disebabkan oleh antrian yang cukup panjang. Begitu juga dengan jam buka FKTP dan FKTL rata-rata sudah buka mulai jam 8 pagi, meski ada responden yang mengatakan jam buka kedua fasilitas kesehatan tersebut atara pukul 9-10 pagi.

Masih ada responden yang menilai petugas pelayanan administrasi dan petugas kurang ramah terhadap pasien terutama bagi pengguna kartu BPJS PBI, masih ada petugas yang acuh dan kasar, meskipun sebagian besar responden menilai petugas pelayanan administrasi dan pelayanan medis sudah cukup ramah. Meskipun sebagian responden mengatakan tidak ada biaya tambahan ketika menggunakan kartu BPJS PBI untuk mengakses pelayanan ke FKTP maupun ke FKTL, namun masih ada responden yang merasa ada tambahan biaya seperti untuk tambahan biaya kamar, biaya obat yang rata-rata sebesar Rp. 100.000-Rp. 500.000. Menurut pemberi layanan, biaya tambahan obat diperlukan karena obat yang ada tidak sesuai dengan kondisi penyakit yang diderita sehingga harus membeli diluar yang dicover oleh BPJS BPI. Selain itu, berdasarkan pengakuan responden, tidak ada informasi dari awal tentang jenis obat, fasilitas kesehatan yang dicover dan yang tidak dicover oleh BPJS PBI.

Terkait dengan pelayanan aduan, masyarakat belum menggunakan fasilitas yang ada karena tidak ada kejelasan informasi mengenai fasilitas aduan, saran dan masukan yang disediakanoleh FKTP dan FKTL. Dari 150 responden sebanyak 98 % belum pernah menggunakan fasilitas aduan, saran dan masukan dengan alasan tidak mengetahui keberadaan fasilitas tersebut.

Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas maka perlu dilakukan perbaikan dalam proses implementasi BPJS PBI. Perbaikan tersebut meliputi proses pendataan penerima BPJS PBI yang harus meilbatkan partisipasi masyarakat. Memasifkan sosialisasi BPJS PBI kepada masyarakat khususnya penerima layanan sehingga mereka mengetahui prosedur dan tata cara menggunakan kartu tersebut. Di sisi lain, harus dilakukan peningkatan kapkasitas bagi pemberi layanan dalam memberikan layanan kepada pemegang kartu BPJS PBI dan untuk meningkatkan layanan publik sektor kesehatan. Semua rekomendasi tersebut dituangkan dalam Maklumat Pelayanan Kesehatan BPJSI PBI Kabupaten Jember yang telah ditandangani oleh Wakil Bupati, Kepala BPJS, Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Bappeda. Maklumat ini menjadi penanda janji perbaikan layanan yang akan diterapkan oleh Pemkab Jember dalam sektor layanan kesehatan BPJS PBI dan dilaksanakan secara bertahap. (TSW)