Sekilas tentang Buku Berkelit dari Kutukan Sumber Daya Alam

Persoalan pertama, keahlian yang tidak merata. Negara-negara yang memiliki kekayaan alam berlimpah pada umumnya miskin pendidikan dan riset serta terlalu dibius oleh mudahnya memperoleh pendapatan dari hasil penjualan kekayaan alamnya. Berbeda dengan negara-negara yang hidup dari industri pengolahan yang terus melakukan riset dan pemanfaatan teknologi sehingga memunculkan temuan-temuan baru dan komoditas-komoditas baru yang laku dijual di dunia.

Ada fenomena ganjil di mana dalam proses perdagangan antara negara pengolah dengan negara penjual industri ekstraktif ternyata susah menentukan titik adil: berapakah harga yang pantas untuk membeli hasil kekayaan alam. Negara dengan jualan industri ekstraktif tidak pernah tahu berapa dan untuk apa kekayaan itu dimanfaatkan, berapakah nilainya dan seberapa pengaruhnya bagi dunia. Sebaliknya negar-negara pengolah industri ekstraktif terus berburu hasil tambang dan hasil bumi di berbagai belahan dunia, membelinya dengan harga murah dan kemudian mengolahnya untuk menghasilkan uang.

Tata ekonomi politik ternyata tidak berpihak kepada negara-negara yang hidup dari industri ekstraktif. Negara Indonesia, sebagai contoh, dengan mudah terbelit hutang, tersudut secara ekonomi politik, dan akhirnya menjual murah kekayaan ekstraktif kepada negara-negara pengolah yang kemudian mengambil margin yang jauh lebih besar daripada yang diambil dari harga mentah.

Persoalan kedua, Penyakit Belanda. Penyakit Belanda adalah istilah yang menggambarkan kehancuran perekonomian suatu wilayah setelah tidak memiliki lagi sumber kekayaan alam untuk dieksploitasi. Sebagaimana diketahui, SDA adalah kekayaan yang tidak terbarukan dan suatu saat akan habis. Manajemen yang salah mengakibatkan ketergantungan yang tinggi kepada industri ini. Pengolahan kekayaan alam menjadi tumpuan ekonomi tertinggi, (sebagai contoh, Indonesia yang memiliki kekayaan migas juga memiliki ketergantungan yang demikian tinggi kepada migas).

Sektor-sektor ekonomi lain pun tumbuh tetapi pertumbuhannya merupakan turunan industri ekstraktif tersebut. Akibat tidak terkelolanya keuntungan yang didapat dari industri ekstraktif, pemerintah tidak menyadari bahwa dia seharusnya membuka atau mengembangkan sektor-sektor ekonomi lain yang berbeda dengan industri ekstraktif sebagai “cadangan” ataupun pengalihan saat kekayaan alamnya habis.

Dutch Disease terjadi manakala pemerintah gagal ataupun terlambat membuka sektor lain sewaktu kekayaan alam habis. Padahal, pola konsumsi, pola hidup, dan ketergantungan masyarakat kepada SDA sudah demikian tinggi. Maka terjadilan pengangguran besar-besaran, kemiskinan mendadak, dan pukulan berantai karena kekosongan komoditas ekonomi dari industri ekstraktif.

Bab-bab selanjutnya dalam buku ini mengupas pengambilan kebijakan dan keputusan bagi siapapun yang terkait dengan persoalan pengelolaan SDA, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, dan cara mengelola keadilan sosial untuk semua. Semua dikemas secara aplikatif, dengan penyajian data dan bagan-bagan logis dan tidak berbicara dalam konteks wacana an-sich. (*)

Untuk mendownload keseluruhan buku bisa diperoleh di situs resmi Samdhana. Klik di sini.