Perdes Plembutan Tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan, Satu-satunya di Indonesia

Pembukaan Perdes Plembutan No. 11 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan
Pembukaan Perdes Plembutan No. 11 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan

“Kalau mau menjadikan kelompok rentan menjadi bagian subyek pembangunan, maka lindungilah mereka dengan peraturan desa yang menjamin peran serta kelompok rentan,Watini

Watini merupakan salah satu kelompok rentan di kabupaten Gunungkidul. Ia bersama dengan kelompok rentan lainnya di desa Plembutan tergabung dalam organisasi kelompok rentan bernama Mutiara Plembutan. Organisasi tersebut dibentuk IDEA Yogyakarta, Ciqal, Humanity Inclusion serta didukung oleh European Union dalam program bertajuk Advocating for Change (AFC). Setelah melalui proses yang cukup panjang, salah satu harapan Watini dan rekan-rekannya di Mutiara Plembutan untuk mendapatkan payung hukum sekaligus jaminan partisipasi organisasinya akhirnya tercapai. Hal tersebut seiring dengan ditetapkannya Peraturan Desa tentang partisipasi kelompok rentan dalam pembangunan. Perdes tersebut sekaligus menjadi yang pertama di Indonesia saat ini.

Seperti diketahui dalam penyelenggaraan pembangunan di hampir seluruh daerah dan desa di Indonesia, peran serta penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya seringkali masih diragukan. Aspirasi yang disampaikannya pun kerapkali diabaikan, berbanding terbalik dengan lembaga/organisasi sosial masyarakat lainnya yang diberi ruang lebih. Kalaupun dilibatkan, tak lebih untuk sekedar memenuhi persyaratan administratif, “bahwa dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah/desa harus melibatkan unsur kelompok masyarakat, baik lembaga sosial maupun kelompok-kelompok yang berbasis isu sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Kondisi ini juga dirasakan oleh salah satu organisasi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya di kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI. Yogyakarta. Selama ini kelompok tersebut memang dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan desa tempat organisasi ini berada, yakni di desa Plembutan, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul. Namun kelompok tersebut ragu, bahwa pelibatannya untuk sekedar memenuhi kriteria sebagai partisipan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Kegalauan mereka ini cukup beralasan, karena baru 2 periode tahun anggaran dilibatkan dalam poses musrenbangdes. Sebelumnya, mereka tidak pernah merasakan duduk bersama dengan organisasi sosial dan kemasyarakatan lainnya dalam membahas rencana pembangunan, terlebih tidak mendapatkan manfaat dari program pembangunan desa, termasuk akses penyandang disabilitas yang cukup mendasar.

Ketika keterlibatan kelompok rentan dalam seluruh rangkaian proses pembangunan ini terkesan menjadi kebijakan politik kepala desa yang bersifat temporer, atau setidaknya selama menjabat kepala desa, keterlibatan kelompok rentan dalam pembangunan akan diprioritaskan.

Untuk menjawab spekulasi-spekulasi yang belum secara eksplisit atau setidaknya sebagai bentuk kekhawatiran beberapa pihak, maka sebagai upaya  menjawab kekhawatiran dan spekulasi tersebut, Organisasi Penyandang Disabilitas (OSPD), kelompok rentan Mutiara Plembutan, IDEA dan CIQAL mendiskusikan gagasan mengusulkan payung hukum bagi keterlibatan kelompok rentan dalam pembangunan.

Proses yang dilalui untuk mewujudkan adanya peraturan desa yang melindungi kelompok rentan dalam pembangunan ini, dilakukan oleh masing-masing stakeholder serta berkolaborasi antar stakeholder terseut diatas.

Proses di tingkat komunitas

Tidak sedikit anggota kelompok yang memiliki kekhawatiran bahwa kebijakan melibatkan kelompok rentan dalam Musrenbangdes adalah kebijakan tidak tertulis kepala desa yang relasinya cukup erat dengan Kelompok Mutiara Plembutan. Saat terjadi transisi kepala desa,  belum tentu kebijakan tidak tertulis ini dilanjutkan oleh kepala desa selanjutnya. Bahkan hampir bisa dipastikan bahwa kebijakan tidak tertulis ini ditiadakan, tanpa harus meminta pendapat kelompok rentan.

Kemudian sesaat setelah punya beberapa penafsiran tentang kebutuhan mengajukan peraturan desa ini, maka tahap berikutnya adalah menyusun  point-point penting mengenai isi peraturan desa. Setelah point-point penting tersebut disusun, proses lanjutan yang dilakukan ialah memetakan kolaborasi antara OSPD, Mutiara Plembutan serta CIQAL untuk menyusun draft peraturan desa yang memadai dan memungkinkan dilegalkan.

Ketika draft peraturan desa menjadi kesepakatan di tingkat kelompok, maka proses berikutnya adalah melakukan komunikasi dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pihak yang memungkinkan untuk mengajukan hak inisiatif penerbitan kebijakan desa. Tawaran draft Perdes tentang partisipasi kelompok rentan dalam pembangunan desa dari  kelompok ini ditanggapi positif oleh BPD. Mereka menyatakan kesediaannya untuk diajukan sebagai rancangan peraturan desa atas inisiatif BPD. Kolaborasi antar stakeholder ini semakin memperbesar peluang untuk merealisasikan rancangan dokumen tersebut.

Tidak berhenti sampai disitu, upaya-upaya lain seperti konsultasi di pemerintah desa mengenai aspek penulisan, konten dan substansinya juga dilakukan. Sama seperti BPD, upaya ini juga disambut positif oleh pemerintah desa. Mereka menyepakati inisiatif tersebut. Namun ada persoalan yang masih mengganjal, yakni  terkait landasan hukum yang mau dijadikan acuan.

Seperti diketahui, kabupaten Gunungkidul belum memiliki kebijakan daerah mengenai perlindungan partisipasi kelompok rentan. Pemerintah Kab. Gunungkidul baru menerbitkan Perda Kab. Gunungkidul No. 9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Sehingga, landasan hukum yang terkait dengan perlindungan hukum bagi kelompok rentan untuk terlibat dalam proses pembangunan desa mesti dibahas dan ditemukan bersama-sama.

Akhirnya, Pemerintah Desa Plembutan menyarakan kapada OSPD, Mutiara Plembutan, BPD dan CIQAL untuk berkonsultasi dengan Pemerintah Kec. Playen mengenai landasan hukum yang dijadikan pertimbangan hukum mengenai peraturan desa ini. Dalam konsultasi dengan Camat Playen, diungkapkan juga bahwa landasan hukum terkait pertisipasi kelompok rentan dalam pembangunan desa ini perlu ditemukan terlebih dahulu, sehingga rancangan peraturan desa ini memiliki herarki dengan kebijakan yang ada dalam struktur pemerintah di atasnya.

Multi stakeholder yang tergabung dalam usulan Raperdes Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan Desa ini kembali melakukan diskusi bersama untuk menemukan argumen yang diharapkan oleh pemerintah desa dan kecamatan.

Tim perdes ini mencoba mengidentifikasi relevansi kebijakan yang dijadikan acuan rancangan peraturan desa dimaksud, yakni:

 
DASAR PERTIMBANGAN PENGINGATAN
1.      UUD 1945 1.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembanguan Nasional (Lembaran Negara

2.      Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 4221);

3.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69);

4.      Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 5495, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonsia Nomor 5495);

5.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2014 Nomor 244);

6.      Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

7.      Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);

8.      Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun

2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa Negara publik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);

9.      Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas (Lembaran Daerah Provinsi

10.  Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012

11.  Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

(Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2016 Nomor 9);

12.  Peraturan Desa Plembutan Nomor 3 Tahun 2017 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak

Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa

(Lembaran Desa Plembutan Tahun 2017 Nomor 3).

Secara hukum, yang tertulis dalam raperdes ini tidak ada dokumen yang secara khusus memberi ruang partisipasi kelompok rentan dalam pembangunan desa. Untuk itu, argumen yang dibangun untuk mendapatkan legitimasi dari pemerintah kecamatan dan desa ialah bahwa peraturan daerah di level provinsi dan kabupaten tentang perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas merupakan bagian dari perlindungan terhadap kelompok rentan lainnya. Sehingga, regulasi daerah tersebut relevan menjadi acuan hukum. Disamping itu, bahwa UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga mengamanatkan kepada pemerintah secara struktural sampai tingkat desa harus memberi ruang partisipasi bagi organisasi-organisasi sosial/kelompok-kelompok masyarakat/UMKM/dll dalam proses perencanaan pembangunan.

Argumentasi dan soliditas kolaborasi antara kelompok rentan, baik BPD maupun IDEA, CIQAL dan kelompok rentan ini membuat pemerintah desa, kecamatan serta Kabupaten Gunungkidul akhirnya memberikan isyarat bahwa Rancangan Peraturan desa Plembutan tentang Pertisipasi Kelompok rentan dalam Pembangunan Desa ini bisa disahkan sebagai regulasi desa yang melindungi dan memberi ruang partisipasi kelompok rentan di desa Plembutan, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul.

Akhirnya, Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa membahas Rancangan Peraturan Desa Plembutan tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan Desa yang kemudian disahkan menjadi Peraturan Desa Plembutan No. 11 tahun 2017 tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan Desa.

Berikut adalah dokument Perdes Plembutan No. 11 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan: Perdes Plembutan No. 11 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Kelompok Rentan dalam Pembangunan

Kontributor     : EBM

Editor              : AH