Sebagian Besar Camat Se-Kulonprogo Tidak Merealisasikan 100% Anggaran

Laporan: Eko Budi Marwanto

Sebagian besar Camat se-Kulonprogo tidak merealisasikan 100% anggaran. Bahkan ada Camat yang hanya merealisasikan anggaran 37%, yakni Kecamatan Nanggulan. Paparan tersebut terlontar dalam Lokakarya Review RPJMD yang diselenggarakan oleh Bappeda Kulonprogo yang juga diikuti oleh partisipan Jaringan Masyarakat Kulonprogo tanggal 18 Mei 2009.  Acara ini diharidi oleh  150 orang yang terdiri dari Lembaga Daerah Pemkab Kulonprogo, Camat & Lurah se-Kab. Kulonprogo, pihak swasta & kelompok masyarakat (JMKP saja). Setelah acara dibuka oleh pembawa acara, kemudian Tim Konsultan Pemkab Kulonprogo melakukan presentasi terkait dengan kinerja pemkab dalam membreakdown RPJMD kedalam program-program kerja tahunan. Kemudian ada pihak pembahas, yakni pihak BPKP & Bappeda Provinsi DIY.

Beberapa catatan lain yang dihimpun oleh IDEA dan perwakilan JMKP dari Lokakarnya ini adalah: Pertama, Adanya pemaparan oleh Bappeda Kulonprogo, Tim Konsultan dan BPKP Provinsi DIY mengenai evaluasi program. Adapun hasil evaluasi realisasi program/kegiatan Tahun 2007 ini adalah: 60% program yang direncanakan dapat direalisasi; 28% program yang direncanakan tidak terealisasi; dan 12% program yang tidak direncanakan, tetapi direalisasikan.

Kedua, adanya pemaparan mengenai kinerja Pemkab Kulonprogo yang tidak melaksanakan 32 jenis program yang direncanakan. Diantara program-program yang tidak terealisasi tersebut adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat; peningkatan kapasitas aparatur, dll.

Ketiga, adanya kesempatan JMKP (disampaikan oleh Mbak Rusmiyati) untuk menyampaikan beberapa masukan kepada Pemkab Kulonprogo, diantaranya: dalam penyusunan perencanaan penganggaran hanya dibahas rencana belanja saja, tetapi tidak secara tegas membahas mengenai pendapatan yang salahsatunya merupakan kontribusi masyarakat; perlu ada program khusus yakni pemberdayaan perempuan; PDRB Kab. Kulonprogo  yang menjadi sektor unggulan adalah pertanian, tetapi rencana proyek besar seperti Lantamal, Dermaga Pendaratan Ikan, Bandara dan Penambangan Pasir Besi

Keempat, Ada masukan dari salahsatu Lurah (Anang) – nama Desanya tidak disebutkan – yang menyampaikan bahwa perlunya Musrenbangdes/Cam/Kab diselenggarakan secara lebih serius, yakni beberapa hari, sehingga hasilnya bisa lebih maksimal dan bukan sekedar legalitas formal saja. Selain itu, program-program dari masyarakat dalam musrenbang tersebut diakomodir dalam penganggaran daerah, sehingga memberi manfaat untuk masyarakat.

Dalam catatan IDEA, diperoleh simpulan bahwa dokumen hasil evaluasi mengenai rencana dan implementasi program pemerintah/SKPD dan Camat tidak disertai dengan dokumen hasil analisisnya. Selain itu,  Pemerintah/konsultan harus melakukan distribusi terhadap seluruh proses evaluasi  program-program pemerintah yang direncanakan dan diimplementasikan kepada SKPD, Camat, Lurah dan Masyarakat. Kemudian, gagasan menambah alokasi waktu untuk proses Musrenbangdes/Cam/Kab perlu dikawal dan mendesakkan untuk menambah kuota kelompok perempuan serta melibatkan partisipasi kelompok masyarakat yang lebih luas.

Selain persoalan di atas, beberapa hal berkaitan dengan pasir besi masih merupakan persoalan panas yagn terus bergulir di Lokakarya ini. (EBM/FER)