Upaya Mendorong Partisipasi Warga

Diskusi siang di hari kedua gelaran Greget Desa 2017 mengusung konsep yang berbeda dengan diskusi sebelumnya. Diskusi diselengarakan dengan mekanisme panel, peserta dibagi kedalam tiga kelas berbeda untuk saling berdiskusi selama dua sesi. Setiap kelas memang memiliki sub-tema yang berbeda, namun masih dalam satu tema umum di setiap sesinya. Untuk sesi pertama, tema umum yang diusung dalam tiga kelas ialah upaya mendorong partisipasi warga.

Pengelolaan UMKM Tangguh Pasca Erupsi Merapi

Peserta yang berada di kelas satu mengusung tema diskusi tentang pengelolaan UMKM Tangguh Pasca Erupsi Merapi. Mart Widarto, selaku moderator , membuka diskusi dengan menampilkan grafik-grafik tentang bencana yang membuat ekonomi masyarakat terpuruk. Jumadi dari UMKM Power Metal Magelang dan Siti Mulyani wakil organisasi Perempuan, Anak,  Pelestarian Lingkungan, Usaha Mikro, dan Agribisnis (PALUMA) telah dihadirkan untuk meyampaikan pemaparanya. 

Jumadi, menceritakan pengalamannya mendirikan UMKM Power Metal yang awalnya hanya bergerak dalam bidang penjualan onderdil dan bensin. Anggotanya terdiri dari 40 buruh angkutan pedesaan (Angkudes). Ketika eruspi mereka mendapat pengalaman berharga tentang kebutuhan angkutan saat terjadi bencana alam. Power Metal melihat hal ini sebagai potensi untuk menjalankan usaha, sehingga berinisiatif menjadi penyedia jasa angkutan di daerah yang dilanda bencana.

“…Dari Power Metal mulai ikut andil di dalam komunikasi. Seandainya ada kebencanaan di mana saja, dari Power Metal bisa menyediakan angkutan. Dari kru angkudes sudah ikut gabung dalam komunitas HT Merapi…” ujar Jumadi.

Namun tidak semua masyarakat yang terkena bencana dapat dengan sigap mengubah permasalahan menjadi potensi seperti Jumadi. Potret ini adalah pengalaman yang diceritakan Siti Mulyani saat mendampingi korban erupsi Merapi di Desa Kaliputih Kab. Magelang. Siti Mulyani justru menemukan korban erupsi dalam keadaan stress berat karena kehilangan harta bendanya. Justru ibu rumah tangga yang bangkit lebih cepat untuk mengatasi masalah ini. Mereka mempunyai inisiatif menciptakan produk-produk sederhana untuk membangun kembali ekonomi rumah tangganya. Hingga saat ini sudah terdapat 10 UMKM yang telah didampingi PALUMA untuk mendapatkan SP.IRT. Bahkan untuk meningkatkan pemasaran digelarlah festival kuliner.

“…Kami adakan festival kuliner Kaliputih, untuk ajang memulihkan kepercayaan diri masayarakat. Banyak stand hasil karya mereka selama kami dampingi. Fesitival ini kami anggap berhasil. Masyarakat menginginkan bahwa festival ini bisa ditindaklanjuti…”

Praktek Baik Pengelolaan BUMDES

Berkaitan dengan produk masyarakat, di kelas kedua tengah dilaksanakan diskusi tentang praktek baik pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Diskusi yang dimoderatori oleh Farid Hardi ini mendatangkan pemantik Budi Subariyadi dari Pengelola Wisata Desa Nglanggeran Kab. Gunungkiudl dan Sutarjo, Kepala Desa Lestari, Kab. Kebumen.

Dalam pemaparanya, Budi menyampaikan pentingnya generasi muda sebagai potensi membangun BUMDES. Seperti BUMDes yang mengelolawisata Desa Nglanggeran ini pada awal mulanya dibangun lewat inisiasi gerakan pemuda di tahun 1999. Setelah objek wisata Nglanggeran terkenal, masayarakat sekitar didorong untuk memanfaatkan potensi yang muncul seperti melalui industi rumahan pengolahan coklat. 

“…Wisata Nglanggeran dibangun lewat lewat inisiasi gerakan pemuda dari tahun 1999. Dalam rangka mengikuti perlombaan provinsi dan memperkenalkan poten siwisata lewat gerakan penanaman pohon. Setelah bermunculan potensi-potensi wisata yang ada mulai  diinisiasi produk coklat hasil olahan industi rumah.” Ujarnya.

Tidak hanya generasi muda, bahkan kelompok rentan juga turut serta didorong untuk memanfaatkan potensi. Salah satunya dengan usaha ternak kambing. Kelompok rentan yang terdiri dari mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ini berhasil membuat paketwisa tatambahan berupa wisata edukasi pengelolaan susu kambing.

“…Kelompok rentans eperti mantan TKI diajaku ntuk membangun usaha seperti ternak kambing. Sehigga tercipta paket wisata pengetahuan pengelolaan susu kambing…”, pungkas Budi

Sutarjo menambahkan poin penting tentang mekanisme pembangunan BUMDES yang berawal dari perumusan Peraturan Desa. Ia menekankan dalam pembangunan BUMDES jangan hanya focus kepada pembagian aset, akan tetapi perlu mengingat aspek yang lebih penting yakni pemberdayaan masyarakat.

Menurut Sutarjo“..yang jadi masalah hanya melihat angkanya saja tapi tidak melihat pemberdayaannya saja”.

Inisiatif Mendorong Partisipasi Kelompok Marjinal Untuk Mengatasi Ketimpangan Sosial

Kelas ketiga focus membahas sub-tema kelompok masyarakat yang perlu didorong partisipasinya dalam pembangunan.  Dengan moderator Eko Budi M., kelas ini mendiskusikan point tentang upaya mendorong kelompok Rentan utamanya penyandang disabilitas untuk mengatasi ketimpangan sosial.

Sub-tema ini berangkat dari kondisi umum yang terjadi yakni belum maksimalnya pelibatan kelompok disabilitas dalam perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan menjadi pintu untuk mengatasi ketimpangan social. Pemantik pertama Suryatiningsih Budi yang berasal dari Handicap International dengan terang memaparkan berbagai permasalahan yang melanda penyandang disabilitas. Seperti misalnya sudut pandang yang masih menempatkan mereka bukan menjadi subjek pembangunan, tetapi hanya sebatas peserta.

Lebih parahnya lagi banyak program dari pemerintah yang memperlakukan penyandang disabilitas hanya sebagai penerima bantuan. Hal ini justru tidak membantu namun memunculkan persoalan baru.

“Masih menjadi proyek pemerintah/objek, lewat program-program yang memperlakukan mereka hanya sebagai penerima bantuan.  Persoalan yang ada juga justru muncul dari kebijakan pemerintah yang sifatnya hanya memberikan bantuan hidup, pelatihan-pelatihan yang monoton….”, hematnya

Keterlibatan penyandang disabilitas sangat dibutuhkan dalam segala bentuk perumusan kebijakan pemerintah, karena penyandang disabilitas juga anggota masyarakat Indonesia.

Salah satu faktor yang dapat mendorong partisipasi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas yakni dukungan dari lingkungan tempat tinggalnya. Mulai dari keluarga utama, masyarakat yang menerimanya tanpa pembedaan dan pemerintah setempat yang terbuka pikiranya menerima pendapat mereka. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Ibu Sumiyati pemantik kedua dari Kelompok penyandang disabilitas Mutiara Plembutan. 

“…Saya ikut kerja bakti, kumpulan RT, Musyawarah Dusun dan Muswawarah Tingkat Desa. Kelompok Mutiara Plembutan mendapat kesempatan mengusulkan kebutuhan seperti modal dan pemasaran untuk membatik”, ujarnya.

Melanjutkan bahasan kelompok penyandang disabilitas, pemateri ketiga Gardani dari kelompok penyandang disabilitas Kadipaten Lestari menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tata kelola organisasi penyandang disabilitas. Selain perkara umum seperti pertemuan rutin, pembentukan struktur pengurusan, tata-kelola anggaran, dan menjalin relasi. Pertemuan rutin dan inventarisasi potensi anggota menjadi poin penting yang perlu diperhatikan. Pertemuan rutin dapat menjaga harapan dan tujuan yang telah dibangun anggota kelompok. Sedangkan Inventarisasi potensi dapat berkontribusi untuk membangkitkan kepercayaan anggota. Hal ini seperti optimalisasi potensi yang dilakukan kepada salah satu anggotanya.

“..di Kadipaten ada anak bernama Yudi  (sakit mental) diminta buat menarik rekening listrik…”, pungkas Gardani.

Pasca diskusi peserta masing-masing kelas istirahat sejenak sebelum melanjutkan diskusi panel sesi kedua. Sembari istirahat masih terdapat beberapa peserta yang meneruskan diskusinya dengan suasana informal ditemani suguhan Coffe Break berupa jajanan pasar dari Desa Dlingo. (H)