<strong>DALAM</strong> anggaran berbasis kinerja (<em>performance budgeting</em>), sebagaimana yang diterapkan saat ini, dikenal dua jenis belanja (pengeluaran). Pertama, belanja aparatur daerah, yang kemanfaatannya dirasakan secara langsung oleh aparatur daerah, tetapi tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Kedua, belanja pelayanan publik atau sering disebut belanja publik, belanja yang kemanfaatannya memang dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Perubahan ini mulai ditegaskan dalam Kepmendagri No 29/2002, serta diperkuat lagi melalui UU No 17/2003 tentang Keuangan Daerah. Ketentuan itu mengamanatkan bahwa penyusunan APBD harus berdasarkan pada kinerja. Oleh sebab itu, sistem anggaran lama -anggaran rutin dan anggaran pembangunan- dinyatakan tidak berlaku lagi. Setiap mata anggaran harus Begitu pula anggaran tidak harus didesain berimbang, karena boleh surplus dan boleh pula defisit. Belanja aparatur meliputi belanja administrasi umum, operasional dan pemeliharaan, belanja pegawai atau personalia, pengadaan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan biaya perjalanan dinas. Sedang belanja publik, misalnya, meliputi belanja untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Tetapi baik belanja aparatur maupun belanja publik masih dibagi lagi menjadi tiga kategori: administrasi umum dan pelayanan; operasional dan pemeliharaan; serta belanja modal.

<strong>Bernas Yogya, 10 Juli 2006</strong> Besarnya dana tak tersangka dari perubahan APBD Bantul sangat fantastis. Anggaran yang semula hanya Rp. 4 miliar mengalami kenaikan fantastis sebesar Rp. 46 miliar, dan sekarang Rp. 50,9 milia. Dana diambil dari PAD dan pengurangan anggaran dinas dan instansi., ?papar Wasingatu Zakiyah dari Institute for Development and Economic Analysis (IDEA) yang menulis laporan hasil Disaster Budget Tracking Survey yang disampaikan dalam Launching Buku dan Seminar Akuntabilitas Dana Bencana di LPP Convention Hall, Kamis, 6 Juli 2006.

Kompas, 18 Mei 2006 Wacana penyusunan peraturand aerah yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan dan penetapan anggaran daerah harus disikapi para calon bupati yang akan maju alam Pilkada Kulon progo sebagai isu strategis. Jika diperlukan, para bakal calon bpati tersebut bisa dipaksa untuk menandatangi kontrak politik sebagai komitment. Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang bertema ?Partisipasi masyarakat dalam Penganggaran Daerah? yang diselenggarakan IDEA dan Jaringan Masyarakat Pesisir Kulon Progo di Rumah Makan padang Saiyo Sapta Pesona, rabu, 17 Mei 2006.

<strong>Kedaulatan Rakyat, 11 Maret 2006</strong> Rapat informasi antar pimpinan fraksi di hotel berbintang kian dipertanyakan. Selain terkesan sembunyi-sembunyi, juga kurang relevan karena banyak ruangan di dewan yang bisa digunakan rapat. Ketidakpuasan terhadap rapat informal tersebut disampaikan ketua DPW Partai Bulan Bintang (PBB) DIY, Daru L Wistoro, Jum?at berkaitan dengan terancamnya dana surplus RAPBD 2006 untuk bancakan, yakni dengan menempatkan sebagian dana ke pos bantuan gubernur untuk dana pembinaan konstituen.

Kompas, 4 Februari 2006 Kelompok Diffable dari Kota Yogyakarta, Sleman dan Klaten yang tergabung dalam Jaringan Diffble Pemantau APBD menilai kebijakan anggaran yang saat ini disusun pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada diffable. Alokasi APBD untuk kepentingan diffable dinilai sangat minim. Nurul Nur Sa'adah, juru bicara dari Jaringan mengatkan pihaknya menemukan banyak ketimpangan pengalokasian dana RAPBD.